Laporan Wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Pemerintah dinilai tak perlu sampai menutup aplikasi TikTok Shop atas dugaan praktik bisnis dengan menjalankan dua platform sekaligus, yakni e-commerce dan media sosial.
Kebijakan yang perlu diambil cukup dengan menerapkan pajak.
Pendiri Lingkaran Survei Indonesia (LSI), Denny JA mengatakan pemerintah tak bisa melarang perkembangan teknologi lewat sebuah kebijakan.
Apalagi jika kebijakan itu diperuntukan membatasi atau melarang aktivitas platform teknologi.
Sebab menurutnya, tren teknologi dan perkembangan peradaban lebih kuat dibandingkan dengan pemerintahan nasional manapun.
Baca juga: Janji Mendag soal Fenomena TikTok Shop: Transaksi Dilarang, Promosi Boleh, Aturan Selesai 2 Minggu
"Itulah respon saya ketika membaca berbagai seruan di media sosial TikTok Shop. Salah satunya menyatakan, pemerintah harus tegas menyikapi TikTok yang ogah pisahkan bisnis media sosial dan e-commerce," kata Denny saat dikonfirmasi, Senin (25/9/2023).
Denny mengurai persoalan tersebut dengan data. Kata dia, ada tiga tahap perkembangan teknologi dalam industri daring.
Pertama, datangnya e-commerce di tahun 1994 yang juga merupakan era awal meluasnya jaringan internet.
Perusahaan raksasa Amazon termasuk yang memulai belanja online.
Kedua, datang revolusi social commerce di tahun 2000-an yang merupakan era awal media sosial di mana e-commerce dikombinasi dengan medsos.
Baca juga: Alasan TikTok Shop Cs Dilarang Jualan, Lindungi Data Pribadi hingga Cegah Monopoli
Bukan TikTok, tapi Facebook dan Instagram jadi dua platform pertama yang menggabungkan bisnis dengan medsos.
Ketiga, muncul tahap belanja online live commerce yang terjadi di tahun 2010.
Ini era ketika video streaming meluas. Melalui live commerce, komunikasi yang dibangun antara penjual dan pembeli lebih hidup.