Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Belakangan ini ramai perbincangan terkait pewarna makanan dari serangga.
Perlu diketahui bahwa pewarna makanan dan minuman yang sering dipakai selama ini bukan hanya berasal dari bahan kimiawi, tapi juga berasal dari bahan nabati dan hewani.
Seperti halnya pewarna makanan karmin.
Melansir dari laman MUI, Karmin merupakan pewarna makanan yang berasal dari serangga cochineal.
Serangga cochineal merupakan serangga yang hidup di atas kaktus dan makan pada kelembaban dan nutrisi tanaman.
Serangga cochineal juga mempunyai banyak kesamaan dengan belalang dan darahnya tidak mengalir.
Menanggapi hal tersebut, Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan hukum pewarna makanan karmin yang dimuat dalam Fatwa MUI Nomor 33 Tahun 2011 tentang Hukum Pewarna Makanan Dan Minuman dari Serangga Cochineal.
Baca juga: MUI Nyatakan Pewarna Makanan dari Serangga Halal
Fatwa ditandatangani oleh Prof Hasanuddin AF selaku ketua Komisi Fatwa MUI dan KH Asrorun Ni’am Sholeh selaku Sekretaris pada 10 Agustus 2011.
Dalam fatwa ditetapkan bahwa Pewarna makanan dan minuman yang berasal dari serangga Cochineal (Pewarna Karmin) hukumnya halal, sepanjang bermanfaat dan tidak membahayakan.
Dalam penetapan fatwa tersebut juga disebutkan bahwa keterangan LPPOM MUI dalam rapat komisi fatwa tanggal 4 Mei 2011 menyatakan bahwa serangga cochineal yang dijadikan bahan pembuatan pewarna makanan dan minuman tidak mengandung bahaya.
Pada bagian tertentu, serangga cochineal sejenis dengan belalang.
Serangga cochineal juga masuk kategori serangga yang darahnya tidak mengalir.