TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA — Anggota Dewan Energi Nasional (DEN) As Natio Lasman meminta pemerintah dan DPR berhati-hati dalam membahas rancangan undang-undang (RUU) Energi Baru dan Energi Terbarukan (EBET) menyusul indikasi kuatnya kepentingan asing.
“Dalam kajian dan pembicaraan di internal DEN, kami melihat adanya risiko liberalisasi pasar ketenagalistrikan dalam skema power wheeling,” katanya dalam diskusi Publik Pro Kontra Power Wheeling Dalam Rangka RUU EBET yang diselenggarakan oleh Ikatan cendekiawan Muslim Indonesia di Jakarta, Kamis (28/09/2023).
Indonesia, paparnya, harus melihat risiko model transaksi jual beli tenaga listrik jika power wheeling diterapkan.
“Nanti, swasta bisa jual listrik tanpa melalui pemerintah. Di sini kepentingan nasional akan hancur karena pemerintah tidak akan mendapatkan apa-apa selain izin-izin pendirian pembangkit,” ungkap Lasman.
Baca juga: Menko Luhut: Indonesia dan China akan Kerja Sama Bikin Mobil Listrik
Lebih jauh, paparnya, Indonesia harus mewaspadai surplus listrik dalam negeri.
Power wheeling merupakan mekanisme yang memungkinkan perusahaan swasta membangun pembangkit listrik dan menjual listrik ke pelanggan perumahan dan industri.
“Awalnya, power wheeling itu dimaksudkan pula untuk mempercepat realisasi EBET. Tapi kami melihat risiko yang kompleks dari yang kami paparkan tersebut. Ini penting untuk kelangsungan kedaulatan energi di Indonesia,” katanya.
As Natio mengingatkan, skema power wheeling sudah pernah dibatalkan di Mahkamah Konstitusi (MK) dari UU Ketenagalistrikan melalui putusan No.001-021-022/2003, dan selanjutnya melalui Putusan Nomor 111/PUU-XIII/2015 MK.
Putusan tersebut, paparnya, menghendaki pola unbundling dalam kelistrikan itu tidak sesuai dengan konstitusi, yaitu pasal 33 UUD 1945.
“Jadi jangan disahkan lagi dengan dalih apapun,” pungkas Lasman.