News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Megawati: Transformasi Sosial Indonesia Jadi Negara Maju Tidak Akan Egosentris

Penulis: Hasanudin Aco
Editor: Muhammad Zulfikar
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Kelima RI yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri menyampaikan orasi ilmiah mengenai transformasi sosial Indonesia saat menerima gelar doktor kehormatan (Honoris Causa/HC) bidang transformasi sosial dari Universitas Tunku Abdul Rahman (UTAR) Malaysia, Senin (2/10/2023)

TRIBUNNEWS.COM, KUALA LUMPUR - Presiden Kelima RI yang juga Ketua Umum DPP PDI Perjuangan (PDIP) Prof.Dr. (HC) Megawati Soekarnoputri menerima gelar doktor kehormatan (Honoris Causa/HC) bidang transformasi sosial dari Universitas Tunku Abdul Rahman (UTAR) Malaysia.

Sebelum penganugerahan, Megawati menyampaikan orasi ilmiah mengenai transformasi sosial Indonesia.

Dan di dalam orasinya, Megawati menyampaikan pemikirannya tentang arti penting transformasi sosial sebagai sebuah jalan dimana Indonesia tak hanya memikirkan dirinya sendiri, tapi juga memikirkan dunia.

Baca juga: Megawati Dianugerahi Doktor Kehormatan, Ini Alasan Presiden Universiti Tuanku Abdul Rahman Malaysia

Menurut Megawati, transformasi sosial suatu bangsa tidak bisa dilepaskan dari keseluruhan pemahaman terhadap sejarah, budaya, dan juga kondisi geografis Indonesia.

Untuk Indonesia sendiri, ia bermuara pada Pancasila yang bukan sekedar falsafah, ideologi, the way of life, dasar dan tujuan bernegara. Tapi Pancasila juga merupakan ideologi geopolitik atas cara pandang Indonesia terhadap dunia. 

“Dengan cara pandang ini, Indonesia berperan aktif dalam memperjuangkan tata dunia baru yang bebas dari kolonialisme dan imperialisme,” kata Megawati.

Baca juga: Megawati Singgung Orang Luar Tak Bisa Jadi Ketua Umum PDIP, Pengamat: Merujuk ke Keluarga Jokowi

Hal ini dibuktikan melalui penyelenggaraan Konferensi Asia Afrika tahun 1955 di Bandung; Gerakan Non-Blok tahun 1961 di Beograd, juga Pidato Bung Karno di PBB pada tahun 1960 yang dikenal dengan “To Build the World Anew”. 

“Keseluruhan dokumen yang berkaitan dengan tiga momen bersejarah tersebut kini telah ditetapkan oleh UNESCO sebagai Memory of the World,” katanya.

Peristiwa-peristiwa itu menggambarkan bahwa transformasi sosial bangsa Indonesia juga memiliki dimensi eksternal berupa tanggung jawab terhadap masa depan dunia yang lebih damai, lebih makmur, lebih berkeadilan, dan berkelanjutan.  Artinya, Bangsa Indonesia pun menjadi “Taman Sari Dunia” dengan politik luar negeri bebas aktif. 

Namun dimensi eksternal ini tidak akan optimum selama dimensi internalnya belum sempurna dilakukan. 

Dengan begitu, lanjut Megawati, transformasi sosial bangsa Indonesia tak hanya memikirkan diri sendiri. Bangsa Indonesia tidak hanya sekedar melakukan social engineering untuk melepaskan berbagai hambatan kemajuan. Lebih dari itu, dengan adanya prinsip kemanusiaan dan internasionalisme sebagai makna filosofis sila kedua Pancasila, Bangsa Indonesia diajarkan untuk memahami posisi sebagai warga bangsa Indonesia, sekaligus sebagai warga dunia yang baik. 

“Dalam perspektif ini, pembangunan suatu bangsa tidak bisa hanya bersifat egosentris atas kepentingan nasionalnya semata, namun harus juga memahami global needs ataupun global concerns,” urai Megawati.

Oleh karena itu, selain berpikir bagaimana untuk maju dalam pembangunan, bangsa Indonesia juga harus memikirkan isu-isu dunia sekaligus. Misalnya, tuntutan agar dunia harus lebih progresif di dalam mengatasi global warming, pencemaran lingkungan, dan biodiversity loss, serta tantangan kemiskinan dan ketimpangan ekonomi (economic inequality), digitalisasi, dan transisi energi. 

Baca juga: Pengamat Sebut Kaesang Belum Diterima Megawati karena Tak Taat Asas

“Karena itulah transformasi sosial juga berorientasi pada bumi yang lebih hijau, ramah lingkungan, berorientasi pada green economy, dan beroperasi secara circular dengan meminimalkan dampak dan hasil samping seperti limbah dan emisi Gas Rumah Kaca,” beber Bu Mega.

Intinya, transformasi sosial Indonesia tidak bisa dilepaskan dari tanggung jawab ideologis berdasarkan Pancasila, tapi juga tantangan dunia. Dengan demikian, tantangan transformasi sosial Indonesia adalah bagaimana merancang suatu strategi kebudayaan guna menempuh jalan migrasi paling efektif untuk peningkatan peradaban 
yang lebih baik. 

“Dengan demikian, jalan ini bukanlah sekedar jalan modernisasi yang meninggalkan keunikan suatu bangsa. Transformasi sosial Indonesia merupakan suatu perubahan yang terencana, berakar pada Pancasila dan jati diri bangsa, namun membuka diri terhadap berbagai gagasan kemajuan yang didorong oleh penguasaan ilmu pengetahuan, teknologi, riset, dan inovasi,” tegas Megawati.

Lalu transformasi sosial ini menyentuh faktor apa saja? Menurut putri Proklamator RI Ir.Soekarno itu, transformasi sosial menyentuh perubahan mentalitas, kultur suatu bangsa, disiplin, peningkatan kualitas pendidikan, kesehatan, dan harapan hidup. 

Pendeknya, untuk menggapai peradaban tertinggi suatu bangsa. Keberhasilan transformasi sosial sebuah bangsa akan dinilai dari peningkatan kohesivitas sosial, bekerjanya nilai-nilai demokrasi, dan penghormatan terhadap kesetaraan setiap warga negara, kata Megawati.

“Dalam tingkatan peradaban ini, maka nilai-nilai etika, moral, dan integritas serta budaya gotong royong yang berorientasi pada penciptaan nilai tambah menjadi kultur bangsa. Dalam tingkatan ini pula, sistem hukum mencerminkan rasa keadilan untuk semua.”

“Hasil yang diharapkan adalah agar berbagai persoalan kemasyarakatan seperti korupsi, kemiskinan, ketimpangan sosial, kebodohan, ketidaksetaraan gender, radikalisme dan ekstremisme dapat diatasi secara elegan dan tuntas,” pungkasnya.

Orasi ilmiah Megawati disampaikan dalam rangka menerima gelar doktor kehormatan di bidang Ilmu Sosial dari Universiti Tunku Abdul Rahman (UTAR), Selangor, Malaysia.

Di acara itu, Megawati didampingi putranya M. Rizki Pratama, putrinya Puan Maharani, cucu, dan para sahabat dekatnya.

Mantan Menteri ESDM dan Menteri Pertahanan RI Prof.Dr.Purnomo Yusgiantoro hadir di acara. Selain itu, hadir juga Kepala BPIP, Prof. Yudian Wahyudi, Kepala BRIN Laksana Tri Handoko dan Wakil Kepala BRIN Amarulla Octavian. Tampak juga Indera Hermono, Duta Besar Republik Indonesia untuk Malaysia.

Dari jajaran partai, hadir Ketua DPP PDIP bidang luar negeri Ahmad Basarah dan Ketua DPP PDIP bidang kelautan dan perikanan Prof.Dr.Rokhmin Dahuri. Turut hadir pula sejumlah Anggota Fraksi PDIP di DPR, antara lain Diah Pitaloka, Charles Honoris dan Mufti Aimah Nurul Anam.

Jajaran UTAR sendiri dipimpin oleh Tun Dr. Ling Liong Sik, Canselor Universiti Tunku Abdul Rahman; Prof. Azlinda binti Azman yang merupakan Ketua Pengarah Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Tinggi Malaysia; Tan Sri Dato’ Seri Dr. Ting Chew Peh yang merupakan Ketua Senat Guru Besar; hingga Prof. Dato’ Dr. Ewe Hong Tat, yaitu Presiden Universiti Tunku Abdul Rahman.

Menurut Sekjen DPP PDIP Hasto Kristiyanto, gelar doktor kehormatan dari UTAR ini adalah gelar yang kesepuluh.

"Ini menjadi gelar doktor kehormatan ke-10 bagi Ibu Megawati. Penganugerahan gelar doktor kehormatan ini merupakan pengakuan atas kontribusi Ibu Megawati di bidang sosial, pendidikan, inovasi dan penelitian. PDI Perjuangan sangat bangga dengan pemberian gelar doktor ke-10 kepada Ibu Megawati Soekarnomputri,” kata Hasto.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini