TRIBUNNEWS.COM - Kepala Bagian Pemberitaan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Ali Fikri, angkat bicara mengenai penahanan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).
Sebelumnya, SYL dijemput paksa oleh KPK pada Kamis (12/10/2023) malam ini seusai ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi di Kementerian Pertanian (Kementan).
Tangan SYL pun tampak dalam keadaan terborgol saat di gedung KPK dan tidak berbicara sepatah kata pun.
Mengenai penahanan SYL, Ali Fikri menyampaikan bahwa hal tersebut merupakan kewenangan dari tim penyidik KPK yang melakukan pemeriksaan terhadap SYL.
"Terkait dengan apakah akan dilakukan penahanan, tentu kita lihat dulu nanti dilakukan pemeriksaan oleh tim penyidik KPK," ungkapnya, dikutip dari YouTube Kompas TV, Kamis.
"Hari ini, tim yang akan melakukan pemeriksaan tentu nantinya akan berpendapat, apakah akan dilakukan penahanan atau tidak, sepenuhnya kewenangan tim penyidik yang melakukan pemeriksaan," lanjut Ali Fikri.
Ali Fikri pun menjelaskan, terkait penahanan tersangka sudah ada syarat-syaratnya dalam hukum acara pidana.
Baca juga: Syahrul Yasin Limpo Dijemput Paksa Meski Jadwal Periksa Besok, Ini Kata KPK
Prosedur-prosedur yang sudah dilakukan oleh KPK ini, kata Ali Fikri, sudah sesuai dengan aturan yang ada sebagai pedoman dalam melakukan segala tindakan.
Termasuk dalam penangkapan terhadap tersangka SYL secara paksa.
"Ada syarat-syaratnya juga dalam hukum acara pidana, prinsipnya sekali lagu prosedur-prosedur yang KPK lakukan."
"kami berpegang dan patuh pada aturan-aturan yang ada dan itulah yang kemudian menjadi kunci utama kami setiap melakukan tindakan, termasuk pada upaya penangkapan terhadap tersangka dimaksud (SYL)," tambahnya lagi.
Sebagaimana diketahui, SYL resmi ditetapkan sebagai tersangka pada Rabu (11/10/2023) malam oleh KPK.
Selain SYL, ada dua orang lainnya yang ditetapkan tersangka.
Mereka adalah Sekjen Kementan, Kasdi Subagyno (KS) dan Direktur Alat dan Mesin Pertanian di Kementan, Muhammad Hatta (MH).
SYL Cs Nikmati Rp13,9 Miliar
Selama periode kepemimpinan sebagai Mentan, SYL membuat kebijakan personal perihal pungutan atau setoran di antaranya dari ASN Kementan untuk memenuhi kebutuhan pribadi dan keluarga.
Diketahui, KPK menduga menggunakan hasil pungutan dari pejabat Kementan senilai Rp13,9 miliar untuk memenuhi kebutuhan pribadi SYL.
Demikian diungkapkan oleh Johanis Tanak melalui konferensi pers penahanan tersangka terkait dugaan pemerasan dan penerimaan gratifikasi di Kementerian Pertanian (Kementan), Rabu malam.
SYL total menikmati uang sejumlah Rp13,9 miliar, bersama-sama dengan KS dan MH.
Kini, kata Johanis, KPK tengah meyelidiki lebih lanjut mengenai hal tersebut.
"Sejauh ini, uang yang dinikmati SYL bersama-sama dengan KS dan MH sejumlah 13,9 miliar dan penelusuran lebih mendalam masih terus dilakukan oleh tim penyidik," ujar Johanis, dikutip dari YouTube KPK RI, Rabu.
Baca juga: Fakta Lengkap Syahrul Yasin Limpo Jadi Tersangka, Diduga Tarik Uang Ribuan Dollar AS dari Anak Buah
Penggunaan uang itu, kata Johanis, digunakan SYL untuk membayar cicilan kartu kredit hingga cicilan pembelian mobil milik SYL.
"Penggunaan uang oleh SYL yang juga diketahui oleh KS dan MH antara lain untuk pembayaran cicilan kartu kredit dan cicilan pembelian mobil Alphard milik SYL," kata Johanis.
Sebelumnya, dalam memperoleh uang tersebut, SYL menugaskan KS dan MH melakukan sejumlah penarikan uang.
Sejumlah uang tersebut ditarik dari unit Eselon I dan Eselon II dalam bentuk penyerahan tunai hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa.
"SYL menginstruksikan dengan menugaskan KS dan MH melakukan penarikan sejumlah uang dari unit Eselon I dan Eselon II dalam bentuk penyerahan tunai, transfer rekening bank, hingga pemberian dalam bentuk barang maupun jasa," ungkapnya.
"Sumber uang yang digunakan di antaranya berasal dari realisasi anggaran Kementerian Pertanian, termasuk permintaan uang para vendor yang mendapatkan proyek di Kementerian Pertanian," imbuhnya.
Dalam kasus ini, ketiga tersangka terjerat Pasal 12 huruf e Pasal 12B UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah)