TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Kimia, Farmasi, dan Tekstil pada Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Muhammad Khayam dilimpahkan oleh tim penyidik kepada tim penuntut umum Kejaksaan Agung.
Pelimpahan Tahap II itu dilakukan pada Jumat (13/10/2023).
Sebagai informasi, Khayam ditetapkan sebagai tersangka kasus ini pada tahun lalu, yakni Rabu (2/11/2022).
"Tim Penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah melaksanakan penyerahan tersangka dan barang bukti/ Tahap II kepada Penuntut Umum terhadap Tersangka MK, dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas impor garam industri," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana dalam keterangannya, Jumat (13/10/2023).
Pelimpahan ini menyusul berkas perkara yang akhirnya dinyatakan lengkap oleh tim jaksa peneliti alias P21.
Selanjutnya, tim penuntut umum akan menyusun dakwaan dan melimpahkan perkara ini ke meja hijau.
"Minggu kemarin berkas perkara tersebut sudah dinyatakan lengkap, sehingga pada hari ini sudah kita lakukan pelimpahan ke jaksa penuntut umum dilimpahkan ke persidangan," kata Direktur Penyidikan (Dirdik) Jampidsus Kejaksaan Agung, Kutadi dalam konferensi pers Jumat (13/10/2023) malam.
Dalam perkara korupsi impor garam industri ini, Muhammad Khayam menjadi satu-satunya pelaku yang belum didudukkan di kursi pesakitan.
Sebelumnya sudah ada lima orang yang perkaranya sudah disidangkan di pengadilan, yakni: Fridy Juwono (FJ) selaku Direktur Industri Kimia Farmasi dan Tekstil Kemenperin, Yosi Arfianto (YA) selaku Kepala Sub Direktorat Kimia Farmasi dan Tekstil, F Tony Tanduk (FTT) selaku Ketua Asosiasi Industri Pengelola Garam Indonesia (AIPGI), dan Yoni (YN) selaku Direktur Utama PT Sumatraco Langgeng Makmur (SLM).
Baca juga: Dibantu PPATK, Kejaksaan Agung Kejar TPPU Kasus Impor Garam
Secara garis besar, perkara ini berkaitan dengan importasi garam industri yang kemudian dijual sebagai garam konsumsi di pasaran.
Padahal, importasi garam industri tidak dikenakan bea masuk seperti garam konsumsi.
Akibatnya, pihak importir dapat menjual garam dengan harga jauh lebih murah.
Hal itu kemudian menyebabkan banyak garam lokal tidak terserap di pasaran.
Salah satu perusahaan swasta yang melakukan modus itu ialah PT SLM.
Melalui AIPGI, PT SLM disebut memberikan fulus pelicin kepada Khayam untuk menyetujui rencana kebutuhan dan rekomendasi impor garam yang tak benar.
"PT SLM melakukan penyuapan melalui Asosiasi Industri Pengguna Garam Indonesia kepada pihak Tersangka MK dari Kementerian Perindustrian untuk menyetujui rencana kebutuhan dan rekomendasi impor garam PT SLM," katanya.
Baca juga: Kejaksaan Agung Buka Peluang Adanya Tersangka Korporasi dalam Kasus Impor Garam
Akibat perbuatannya, negara mengalami kerugian keuangan Rp 7,66 miliar dan kerugian perekonomian negara atau kerugian rumah tangga petani garam sebesar Rp 89,63 miliar yang merupakan bagian dari total hilangnya laba petani garam nasional sebesar Rp 5,31 triliun.
Mereka dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 Jo. Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.