TRIBUNNEWS.COM - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) enggan untuk buru-buru menyimpulkan terkait temuan cek Rp 2 triliun saat menggeledah rumah dinas mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo (SYL), yang disebut Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) sebagai cek bodong.
"Kami tentu belum bisa buru-buru simpulkan secara dini terhadap semua barang bukti temuan penggeledahan," kata Kepala Pemberitaan KPK, Ali Fikri saat dihubungi Tribunnews.com, Selasa (17/10/2023).
Ali mengatakan, bahwa seluruh temuan saat menggeledah rumah dinas Syahrul telah dikonfirmasi terlebih dahulu terhadap pihak-pihak yang bersangkutan.
"Kami pasti konfirmasi lebih dahulu kepada semua pihak, baik para saksi, tersangka, dan pihak-pihak lainnya."
"Dan berikutnya semua akan dituangkan dalam berkas perkara atas nama tersangka dimaksud," kata Ali.
Baca juga: Kapolri Perintahkan Bareskrim dan Propam Dampingi Penanganan Dugaan Pemerasan Pimpinan KPK pada SYL
Dia mengungkapkan, temuan saat penggeledahan termasuk cek Rp 2 triliun itu akan dibuktikan selanjutnya di persidangan.
"Dan pembuktian selanjutnya dilakukan di depan majelis hakim bukan di ruang publik saat ini," jelasnya.
Di sisi lain, Ali menyebut, bahwa temuan cek tersebut sudah dibenarkan oleh kuasa hukum Syahrul.
Sehingga, dia menegaskan bahwa KPK tidak berbohong atas temuan cek tersebut.
"Apa yang kami konfirmasi terkait ada barang bukti dimaksud sudah dibenarkan penasihat hukum tersangka memang ada cek tersebut. Jadi bukan kami mengada-ada."
"Adapun kebenaran dan validitas tentu melalui proses yang sudah kami jelaskan tadi," kata Ali.
PPATK Sebut Cek Rp 2 Triliun Syahrul Bodong, Terindikasi Penipuan
Sebelumnya, Kepala PPATK, Ivan Yustiavandana mengungkapkan bahwa cek Rp 2 triliun yang ditemukan KPK saat penggeledahan rumah dinas Syahrul adalah bodong.
Bahkan, Ivan menyebut bahwa nama yang tertulis dalam cek tersebut terindikasi sering melakukan penipuan.
Sebagai informasi, nama yang tertera dalam cek tersebut adalah Abdul Karim daeng Tompo.
"Ya kami sudah cek. Nama tersebut terindikasi sering melakukan penipuan. Dokumen yang ada juga terindikasi palsu," ujarnya ketika dihubungi Tribunnews.com, Selasa (17/10/2023).
Lebih lanjut, Ivan menjelaskan, cek bodong semacam itu kerap digunakan untuk menipu dengan modus meminta bantuan uang administrasi untuk bank hingga menyuap pejabat.
Dia mengungkapkan, setelah melakukan apa yang diminta pelaku, maka korban akan dijanjikan komisi.
"Banyak kasus serupa dengan dokumen serupa yang PPATK temukan. Modusnya adalah minta bantuan uang administrasi buat bank, nyuap petugas, dan bahkan nyuap orang PPATK agar bisa cair."
"Dengan janji akan diberikan komisi beberapa persen dari nilai uang sangat besar, janjinya untuk memancing minat (korban)," kata Ivan.
Baca juga: Direktur di KPK Akhirnya Datangi Polda Metro Jaya untuk Diperiksa Dugaan Pemerasan ke SYL
Selanjutnya, kata Ivan, ketika korban sudah masuk perangkap pelaku, maka pelaku kaan kabur.
"Begitu seseorang tertipu, bersedia memberikan bantuan, mereka kabur. Modusnya buat nipu aja," jelasnya.
Sementara terkait cek bodong Syahrul tersebut, Ivan menegaskan cek dan isi rekening di dalamnya tidak sesuai.
"Pokoknya dokumen yang dibuat itu tidak sesuai dengan dokumen asli di bank. Apalagi isi rekeningnya," tuturnya.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Dugaan Korupsi di Kementerian Pertanian