Piton Enumbi pun mendapatkan proyek dari Pemprov Papua dan dengan bertahap memberikan fee kepada Lukas Enembe sejak Mei-Juli 2020 senilai Rp 3,34 miliar.
Selain itu, Lukas juga didakwa menerima suap dari Rijatono Lakka sebagai pemilik PT Tabi Anugerah Pharmindo.
Rijatono, kata jaksa, disebut memberikan fee kepada Lukas agar memperoleh proyek yang didanai APBD Papua.
"Terdakwa meminta agar Rijatono Lakka menyediakan fee atas proyek-proyek yang diperoleh dari APBD Provinsi Papua, dan Rijatono pun menyetujuinya.
Selain suap, Lukas juga didakwa menerima gratifikasi Rp 1 miliar dari Direktur PT Indo Papua, Budy Sultan.
Baca juga: Penuntut Umum Jelaskan Kronologi Lukas Enembe Bisa Terjatuh di Kamar Mandi Rutan KPK
Namun, Lukas tidak melaporkannya ke KPK.
Jaksa pun mendakwa Lukas dengan Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah menjadi UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 65 ayat (1) KUHP dengan ancaman hukuman pidana penjara lima tahun.
Selain itu dia juga didakwa gratifikasi dengan Pasal 12 B UU Tipikor dengan ancaman pidana penjara seumur hidup atau penjara paling lama empat tahun dan paling lama 20 tahun.
Jaksa pun menuntut agar Lukas dijatuhi pidana penjara selama 10,5 tahun penjara.
Jaksa juga menuntut agar Lukas dipidana denda Rp 1 milaiar subsidair enam bulan penjara serta pidana tambahan berupa pembayaran uang pengganti senilai Rp 47.833.485.350.
Namun, jika Lukas tidak bisa membayar uang pengganti, maka diganti pidana penjara selama tiga tahun dan pencabutan hak dipilih jabatan publik selama lima tahun.
(Tribunnews.com/Yohanes Liestyo Poerwoto)
Artikel lain terkait Kasus Lukas Enembe