TRIBUNNEWS.COM - Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), Anwar Usman menegaskan, ia memegang sumpah jabatannya sebagai hakim.
Hal tersebut Anwar sampaikan untuk menjawab mengenai pernyataan terkait MK yang disebut sebagai Mahkamah Keluarga buntut dari putusan batas usia calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres).
Pasalnya, Anwar diketahui merupakan suami dari Idayati, adik kandung Presiden Joko Widodo (Jokowi).
“Saya memegang teguh amanah dalam Konstitusi dan dalam agama saya,” ucapnya, dilansir mkri.id, Senin (23/10/2023).
Dijelaskan Anwar, ia juga memegang prinsip hukum harus berdiri tegak tanpa intervensi dan tidak boleh takluk oleh siapapun.
“Dan saya sesuai dengan irah-irah dalam putusan, ‘berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa’. Putusan itu selain bertanggung jawab kepada masyarakat, namun juga kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala, Tuhan Yang Maha Kuasa. Itulah yang saya lakukan,” jelas Anwar.
Selain itu, Anwar meminta agar media membaca Putusan MK Nomor 004/PUU-I/2003, 005/PUU-IV/2006, 97/PUU-XI/2013, serta 96/PUU-XVIII/2020 terkait makna konflik kepentingan.
Baca juga: Pemohon Interupsi Sidang Putusan MK, Ingatkan Hubungan Darah Ketua MK Anwar Usman dengan Gibran
“Yang diadili di sini adalah norma dan undang-undang bukan mengadili sebuah fakta atau kasus,” pungkasnya.
Sebelumnya, putusan MK yang mengubah syarat batas usia capres-cawapres menjadi 35 tahun itu disebut meneguhkan dinasti politik keluarga Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Pasalnya, berkat keputusan MK tersebut, Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka dapat mengikuti kontestasi Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024.
Kini, Gibran pun telah resmi diumumkan sebagai bakal cawapres Prabowo Subianto dari Koalisi Indonesia Maju (KIM).
Ketua Dewan Nasional Setara Institute, Hendardi pun menyebutkan bahwa putusan MK itu membuktikan bahwa MK bekerja untuk keluarga, bukan bangsa.
Maka dari itu, kekhawatiran publik semakin menjadi hingga menyebut MK menjadi Mahkamah Keluarga.
Hal tersebut pun menyebabkan polemik dan kemudian viral di media sosial.