TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Para petani dan pengusaha perkebunan kelapa sawit mengaku resah lantaran pemerintah, dalam hal ini Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) secara serampangan memasukkan lahan sawit ke dalam Kawasan Kehutanan.
Pengusaha Sawit yang juga Komisaris Paya Pinang, Kacuk Sumarto, mengatakan kebijakan tentang penataan perkebunan kelapa sawit yang memasukkan kebun sawit ke dalam Kawasan Hutan memicu rasa was-was di kalangan petani dan pengusaha.
"Dengan adanya batasan ketentuan ini, ada rasa wasawa dari pelaku usaha, terkait keberlangsungan usahanya.
Ketidakpastian ini akan berdampak pada rasa ketidaksenangan usaha dan keamanan investasi itu sendiri," ujar Kacuk pada podcast dikutip, Selasa (31/10/2023).
Kacuk mengingatkan pemerintah harus memperhatikan permasalahan di lapangan, serta keresahan-keresahan di masyarakat dan pengusaha yang memicu kriminalisasi, yakni sejak kebun sawit dimasukan dalam kawasan hutan.
Padahal, jelas Kacuk, banyak perkebunan kelapa sawit yang sudah mendapatkan Hak Guna Usaha (HGU) dengan proses panjang dan secara benar sesuai ketentuan undang-undang namun kenapa kemudian oleh KLHK dimasukkan ke dalam Kawasan Kehutanan.
"Ini persoalan penting, tak sebatas soal denda administrasi (yang hendak diberlakukan oleh pemerintah, red). Yang perlu diingat adalah jangan menegakkan hukum dengan cara melanggar hukum. Penuhilah dahulu hukum-hukumnya, baru itu ditegakkan," tandasnya.
Kacuk meminta pemerintah jangan hanya menyalahkan saja. Harus menunjukkan sejara jelas pelanggaran apa yang terjadi, dan pelanggaran terhadap apa?
Juga harus jelas kawasan hutan yang mana yang dilanggar dan bagaimana pelanggaran itu bisa disebut pelanggaran.
Menurut Kacuk, banyak perusahaan yang mendapatkan HGU dengan proses melelahkan, tertib, dan mengikuti proses secara benar sesuai peraturan perindang-undangan.
Kacuk menjelaskan, dalam Undang-undang dinyatakan, bahwa dalam proses mendapatkan HGU itu ada 4 hal. Pertama ditunjuk dulu, setelah itu diukur tapal batasnya, kemudian diklarifikasi di lapangan, baru dikukuhkan.
Status dikukuhkan inilah maka perusahaan itu sudah secara sah dan legal mempunyai HGU dan dengan dokumen negara sah.
"Nah, fakta di lapangan, mohon maaf ini ugal-ugalan. Pemerintah dalam hal ini kLHK ugal-ugalan. Dia hanya menunjuk saja Kawasan Hutan. Sekali lagi Kawasan Hutan ditunjuk saja tanpa diukur dan sebagainya, lalu dipakai sebagai produk hukum yang mengenakan sanksi-sanksi tadi. Ini persoalannya," tukas Kacuk.
Kacuk mengakui ada segelintir perusahaan yang ugal-ugalan dan tidak mengikuti prosedur dengan benar, namun jangan lantas karena segelintir itu semua perusahaan dan perkebunan disalahkan.