TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Perkara dugaan korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo terus bergulir di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Namun perkara tersebut dianggap aneh dari sisi penghitungan kerugian negara. Sebab hingga sat ini, proyek tersebut masih berlanjut.
Faktanya, proyek strategis nasional itu terus dikerjakan oleh para konsorsium dan hampir selesai. Hanya saja, pelakasanaannya sempat terhambat karena kondisi kahar.
"Ini kan jadi aneh, kok bisa dianggap ada kerugian negara, tetapi proyek itu masih bisa berjalan. Malah sudah hampir selesai 100 persen di semua daerah," ujar penasihat hukum terdakwa Irwan Hermawan dan Galumbang Menak Simanjuntak, Romulo Silaen di Jakarta, Rabu (1/11/2023).
Katanya, tak ada proyek BTS 4G yang mangkrak.
Hanya saja, beberapa waktu lalu terkendala pandemi Covid-19 dan kondisi geografi yang sulit, serta faktor keamanan.
Hal itulah yang membuat pembangunan proyek BTS 4G jadi terlambat.
"Tapi itu bukan mangrak, toh setelah pandemi kan proyeknya berjalan lagi," katanya.
Dia berpandangan bahwa prinsip kerugian negara itu harus nyata dan pasti.
Sementara dalam perkara ini, tidak ada hitungan kerugian negara yang pasti, mengingat proyek BTS 4G masih berjalan di seluruh indonesia.
"Kerugian negara itu harus nyata dan pasti. Jadi bagaimana mau menghitung kerugian, kalau proyeknya saja masih berjalan sampai saat ini," ujarnya.
Baca juga: Eks Menkominfo Johnny Plate Singgung Arahan Presiden Jokowi dalam Pleidoi Kasus Korupsi BTS Kominfo
Untuk informasi, kasus korupsi BTS ini telah menyeret enam orang ke meja hijau, yakni: eks Menkominfo, Johnny G Plate; eks Dirut BAKTI, Anang Achmad Latif; Tenaga Ahli HUDEV UI, Yohan Suryanto; Komisaris PT Solitech Media Sinergy, Irwan Hermawan; Direktur Utama PT Mora Telematika Indonesia, Galumbang Menak Simanjuntak; dan Account Director of Integrated Account Departement PT Huawei Tech Investment, Mukti Ali.
Para terdakwa telah dituntut melakukan tindak pidana korupsi berdasarkan Pasal 2 ayat (1) jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Namun khusus Anang Latif, Galumbang Menak, dan Irwan Hermawan juga dituntut tindak pidana pencucian uang (TPPU) berdasarkan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang.