News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

WAWANCARA KHUSUS

Prof Ikrar: Gibran Tuna Etika, Harusnya Mundur!

Penulis: Fransiskus Adhiyuda Prasetia
Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Profesor Ikrar Nusa Bakti saat diwawancarai secara khusus oleh News Manager Tribun Network Rachmat Hidayat di Studio Newsroom Tribun Network, Jakarta, Senin (13/11/2023). Prof Ikrar menyoroti majunya Wali Kota Solo Gibran Rakabuming Raka sebagai Calon Wakil Presiden mendampingi Prabowo Subianto serta dinamika yang terjadi di tengah pencalonan itu. TRIBUNNEWS/IMANUEL NICOLAS MANAFE

Berikut petikan wawancara dengan Prof. Ikrar Nusa Bhakti   terkait pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai cawapres dan legitimasi sebagai sosok pemimpin ke depannya:

Prof, saya pakai sudut pandang mungkin yang yang berbeda misalnya Mas Gibran ini kan selama 2 tahun menjadi Wali Kota juga memberikan kinerja nyata terhadap kota Solo. Kemudian walaupun nanti terlepas dari permasalahan yang terjadi kemudian sekarang sudah ditetapkan. Apa iya gitu seorang Mas Gibran diragukan hanya karena umurnya kurang belum 40 tahun?

Anda tahu bagaimana Gibran terpilih menjadi Wali Kota Solo, kalau anda tahu itu anda bisa bisa melihatnya apanya apakah kemudian terpilihnya Gibran menjadi Walikota Solo itu diulangi lagi dengan apa namanya terpilihnya Gibran bisa menjadi Wakil Presiden melalui intrik-intrik politik yang serupa.

Yang saya katakan di sini, anda tahu kan itu ada rekayasa politik di situ, ada rekayasa aturan hukum juga di situ, sehingga kemudian Gibran bisa seperti ini menjadi Wali Kota Solo.

Kalau anda katakan itu adalah misalnya banyak keberhasilan, pertanyaan saya keberhasilan yang macam apa?

Apakah itu full itu adalah keberhasilan dia sebagai Wali Kota Solo atau juga ada tangan-tangan dari pemerintah pusat di situ?

Di sini yang ingin saya katakan, independensi seorang Wali Kota juga dipertanyakan. Kemudian kedewasaan dia di dalam berpolitik itu juga bisa dipertanyaan juga kenapa demikian? Menjadi Wali Kota Solo itu kan tidak sama dengan menjadi wakil presiden.

Anda lihat kalau saya sebut misalnya bagaimana Bung Hatta menjadi wakil presiden Republik Indonesia.

Bagaimana misalnya kemudian juga apa istilahnya Hamengkubuwono ke-IX menjadi Wapres Pak Harto, kemudian Adam Malik Kemudian Pak Umar Wirahadikusuma, Pak Tri Sutrisno, kemudian kalau di era Reformasi kita bisa lihat Jusuf Kalla, kemudian Prof. Budiono dan kemudian kita lihat Bagaimana orang-orang ini menjadi wakil presiden.

Ketika mereka benar-benar memiliki kematangan dalam berpolitik dan juga ilmu yang benar-benar tinggi, baik itu dalam bidang pemerintahan ataupun dalam bidang ilmu pengetahuan.

Seperti, Pak Boediono adalah seorang Profesor dan kemudian juga Pak JK itu adalah seorang bukan Cuma saudagar besar tapi juga seorang yang dulu pernah aktif di berbagai organisasi Nasional maupun Internasional.

Jadi hal-hal semacam inilah yang kemudian menjadi ukuran kita. Nah kalau Gibran pengalaman internasionalnya, seperti apa pengalaman nasionalnya seperti apa, ada problem pada diri Presiden yaitu Prabowo Subianto.

Apakah kemudian Gibran bisa mentake over persoalan-persoalan itu dengan baik. Apalagi kalau misalnya Prabowo mengatakan ‘Ah dulu aja Sutan Syahrir menjadi menteri usia 36 tahun’.

Pertanyaan saya umur berapa Sutan Syahrir menjadi aktivis politik, umur berapa dia kemudian menjadi juru runding di dalam perundingan Indonesia-Belanda dalam urusan pengakuan kedaulatan, umur berapa dia menjadi aktivis politik juga untuk kemudian menyatukan kelompok-kelompok yang tidak mau bekerja sama dengan Jepang.

Halaman
1234
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini