"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," jelasnya.
Cerita Agus Rahardjo
Agus bercerita, dirinya pernah dipanggil dan diminta Jokowi untuk menghentikan penanganan kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto.
Setnov kala itu menjabat sebagai Ketua DPR dan Ketua Umum Partai Golkar. Pada 2016, Golkar bergabung dengan koalisi pendukung Jokowi.
Status hukum Setnov sebagai tersangka diumumkan KPK secara resmi pada Jumat (10/11/2017).
Sebelum mengungkapkan kesaksiannya, Agus menyampaikan permintaan maaf dan merasa ada hal yang harus dijelaskan.
"Saya terus terang pada waktu kasus e-KTP, saya dipanggil sendirian oleh presiden."
"Presiden pada waktu itu ditemani oleh Pak Pratikno (Menteri Sekretariat Negara)."
"Jadi, saya heran 'biasanya manggil (pimpinan KPK) berlima ini kok sendirian'. Dan dipanggilnya juga bukan lewat ruang wartawan tapi lewat masjid kecil," tutur Agus dalam program Rosi, dikutip dari YouTube Kompas TV, Jumat.
"Itu di sana begitu saya masuk presiden sudah marah, menginginkan, karena begitu saya masuk beliau sudah teriak 'hentikan'. Kan saya heran yang dihentikan apanya."
"Setelah saya duduk saya baru tahu kalau yang suruh dihentikan itu adalah kasusnya Pak Setnov, Ketua DPR waktu itu mempunyai kasus e-KTP supaya tidak diteruskan," lanjutnya.
Namun, Agus tidak menjalankan perintah itu dengan alasan sprindik sudah ditandatangani pimpinan KPK tiga minggu sebelum pertemuan tersebut.
"Saya bicara (ke presiden) apa adanya saja bahwa sprindik sudah saya keluarkan tiga minggu yang lalu, di KPK itu enggak ada SP3 (Surat Perintah Penghentian Penyidikan), enggak mungkin saya memberhentikan itu," jelas Agus.
(Tribunnews.com/Deni/Ilham Rian Pratama/Taufik Ismail)