Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan mengaku pernah mendengar cerita tentang kemarahan Jokowi kepada Agus.
Novel menyebut saat itu dirinya tengah berada di Singapura untuk menjalani pengobatan matanya yang tersiram air keras.
"Iya (tahu) ceritanya, tentunya saya tidak langsung ya. Jadi cerita itu saya dengar-dengar, dari pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi mestinya yang lebih tahu, pegawai yang ada di KPK," ucap Novel.
Bahkan, Novel mengaku mendengar jika Agus Rahardjo sempat ingin mundur dari jabatannya agar pengusutan kasus korupsi tersebut tetap berjalan.
"Dan seingat saya malah pak agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN (Setya Novanto) tetap dijalankan. itu Pak Agus sempat mau mengundurkan diri," ungkapnya.
Menurutnya, dengan semua itu semakin memperlihatkan bahwa Revisi UU KPK nomor 19 melemahkan KPK.
"Biasanya kalau tekanan itu ke pimpinan. kalau penyidik kan tentunya gak langsung ya. Karena penyidik bekerja sesuai porsinya saja. Oke saya pikir itu ya, karena saya gak terlalu banyak tahu," ucapnya.
Baca juga: Agus Rahardjo Ngaku Dimarahi Jokowi soal e-KTP, PPP: Mengagetkan Kami Semua
Bantahan Istana
Di sisi lain, pengakuan Agus telah dibantah oleh pihak Istana Negara.
Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan tidak pernah ada agenda pertemuan antara Jokowi dan Agus untuk membagas penghentian kasus e-KTP.
Ari menegaskan, Jokowi justru meminta kasus e-KTP diselesaikan sesuai prosedur,
"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik," jelas Ari, Jumat.
"Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik."
Menurut Ari, pada kenyataannya, proses hukum mantan Ketua Umum Partai Golkar itu di KPK terus berjalan. Kasus e-KTP disidangkan di pengadilan dan Setya Novanto divonis 15 tahun penjara.