News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Korupsi KTP Elektronik

Respons Istana, Anies hingga Mahfud MD usai Agus Rahardjo Cerita soal Jokowi Intervensi Kasus e-KTP

Penulis: Jayanti TriUtami
Editor: Tiara Shelavie
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden Joko Widodo bersama mantan Ketua DPR Setya Novanto dan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo. Sejumlah pihak menanggapi pengakuan Agus Rahardjo dimarahi Jokowi agar hentikan kasus e-KTP.

TRIBUNNEWS.COM - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Agus Rahardjo kini tengah menuai sorotan.

Agus Rahardjo secara terang-terangan mengakui sempat diminta Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk menghentikan kasus korupsi e-KTP yang menyeret nama eks Ketua DPR RI Setya Novanto alias Setnov.

Pernyataan mengejutkan Agus Rahardjo itu ramai ditanggapi sejumlah tokoh.

Sejumlah mantan kolega Agus Rahardjo di KPK membenarkan dugaan adanya cawe-cawe Jokowi dalam kasus e-KTP.

Namun di sisi lain, pihak Istana langsung membantah tuduhan Agus Rahardjo tersebut.

Baca juga: Serangan Terhadap Jokowi Kian Tajam, Disentil Seperti Orde Baru Hingga Disebut Cawe-cawe Kasus E-KTP

Dibenarkan Mantan Kolega di KPK

Pernyataan Agus Rahardjo soal adanya campur tangan Jokowi dalam kasus e-KTP turut dibenarkan Wakil Ketua KPK 2015-2019 dan 2019-2024, Alexander Marwata.

Menurut Alexander, Agus memang sempat bercerita kepada para pimpinan KPK terkait masalah ini.

"Ya Pak Agus pernah bercerita kejadian itu ke pimpinan," ujar Alexander, Jumat (1/12/2023).

Alex menyebut, kala itu perintah Jokowi untuk menghentikan kasus e-KTP ditolak oleh pimpinan KPK.

Alasannya, karena lembaga anti-rasuah itu telah menerbitkan Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik).

Selain itu, KPK juga telah mengumumkan tersangka kasus korupsi e-KTP.

Senada dengan Alexander, Wakil Ketua KPK 2015-2019, Saut Situmorang, turut membenarkan pernyataan Agus.

Saut lantas menceritakan pengakuan Agus setelah dimarahi oleh Jokowi.

"Aku jujur aku ingat benar pada saat turun ke bawah Pak Agus bilang 'Pak Saut, kemarin saya dimarahin (presiden), 'hentikan' kalimatnya begitu," ungkap Saut.

Ketua KPK periode 2015-2019, Agus Rahardjo dan Presiden Joko Widodo (Jokowi). (Kolase Tribunnews.com)

Baca juga: Respons Ketua Umum Golkar Airlangga Hartarto Tanggapi Pengakuan Agus Rahardjo Soal Kasus E-KTP

Mantan penyidik senior KPK, Novel Baswedan mengaku pernah mendengar cerita tentang kemarahan Jokowi kepada Agus.

Novel menyebut saat itu dirinya tengah berada di Singapura untuk menjalani pengobatan matanya yang tersiram air keras.

"Iya (tahu) ceritanya, tentunya saya tidak langsung ya. Jadi cerita itu saya dengar-dengar, dari pegawai KPK lain yang bercerita. Jadi mestinya yang lebih tahu, pegawai yang ada di KPK," ucap Novel.

Bahkan, Novel mengaku mendengar jika Agus Rahardjo sempat ingin mundur dari jabatannya agar pengusutan kasus korupsi tersebut tetap berjalan.

"Dan seingat saya malah pak agus sempat mau mengundurkan diri itu. Jadi untuk bertahan dalam komitmen untuk perkara SN (Setya Novanto) tetap dijalankan. itu Pak Agus sempat mau mengundurkan diri," ungkapnya.

Menurutnya, dengan semua itu semakin memperlihatkan bahwa Revisi UU KPK nomor 19 melemahkan KPK.

"Biasanya kalau tekanan itu ke pimpinan. kalau penyidik kan tentunya gak langsung ya. Karena penyidik bekerja sesuai porsinya saja. Oke saya pikir itu ya, karena saya gak terlalu banyak tahu," ucapnya.

Baca juga: Agus Rahardjo Ngaku Dimarahi Jokowi soal e-KTP, PPP: Mengagetkan Kami Semua 

Bantahan Istana

Di sisi lain, pengakuan Agus telah dibantah oleh pihak Istana Negara.

Koordinator Staf Khusus Presiden, Ari Dwipayana, mengatakan tidak pernah ada agenda pertemuan antara Jokowi dan Agus untuk membagas penghentian kasus e-KTP.

Ari menegaskan, Jokowi justru meminta kasus e-KTP diselesaikan sesuai prosedur,

"Presiden dalam pernyataan resmi tanggal 17 November 2017 dengan tegas meminta agar Setya Novanto mengikuti proses hukum di KPK yang telah menetapkannya menjadi tersangka korupsi kasus KTP Elektronik," jelas Ari, Jumat.

"Presiden juga yakin proses hukum terus berjalan dengan baik."

Menurut Ari, pada kenyataannya, proses hukum mantan Ketua Umum Partai Golkar itu di KPK terus berjalan. Kasus e-KTP disidangkan di pengadilan dan Setya Novanto divonis 15 tahun penjara.

"Kita lihat saja apa kenyataannya yang terjadi. Kenyataannya, proses hukum terhadap Setya Novanto terus berjalan pada tahun 2017 dan sudah ada putusan hukum yang berkekuatan hukum tetap," jelasnya.

Anies Baswedan: KPK Harus Kembali Independen

Anies Baswedan usai menghadiri acara bersama Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Kebon Sirih, Jakarta Pusat, Jumat, (1/12/2023). Terbaru, Anies menanggapi pernyataan Agus Rahardjo soal dugaan cawe-cawe Jokowi dalam kasus e-KTP. (Tribunnews.com/ Taufik Ismail)

Baca juga: Pengakuan Agus Rahardjo soal Jokowi Intervensi Kasus e-KTP, Dibenarkan Eks Kolega, Dibantah Istana

Pengakuan Agus turut ditanggapi oleh capres nomor urut 1 Anies Baswedan.

Ditemui di Kantor PWI, Jumat, Anies mengatakan KPK harus segera dikembalikan sebagai lembaga independen.

"Menurut hemat kami tugas dan kewenangan KPK harus dikembalikan sehingga KPK memiliki independensi," ungkap Anies.

Sehingga, kata Anies, seharusnya penegakan hukum yang dilakukan KPK tanpa ada intervensi dari mana pun, termasuk penguasa.

Itu bertujuan agar hukum tidak dijadikan alat oleh penguasa negara.

Oleh karena itu, dirinya bersama cawapres Muhaimin Iskandar berjanji bakal mengembalikan kekuatan dan independensi KPK, jika menang pilpres 2024.

"Itu perlu ada supaya benar-benar menjadi institusi yang kredibel kita negara hukum bukan negara kekuasaan," pungkas mantan Gubernur DKI Jakarta itu.

Reaksi Mahfud MD

Sementara itu, cawapres nomor urut 3 Mahfud MD menyebut KPK seharusnya tidak diintervensi oleh pihak lain, termasuk presiden.

Akan tetapi, Mahfud MD juga tidak mengetahui benar atau tidaknya pengakuan Agus.

Mahfud MD mengaku baru mengetahui kabar tersebut.

Baca juga: Pengakuan Agus Rahardjo soal Jokowi Intervensi Kasus e-KTP, Dibenarkan Eks Kolega, Dibantah Istana

Oleh karena itu, Mahfud MD menyerahkan sepenuhnya masyarakat yang menilai.

"Nah ke depannya tidak boleh, pemerintah yang akan datang itu harus memastikan bahwa lembaga penegak hukum di bidang pemberantasan korupsi benar-benar diberi independensi dan disediakan dana yang cukup dari negara serta dikawal agar mereka ini benar-benar profesional," ungkap Mahfud.

(Tribunnews.com/Jayanti Tri Utami/Muhammad Deni/Abdi Ryanda Shakti/Chaerul Umam/Ilham Rian Pratama)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini