Selain itu, kata Atnike, Komnas HAM juga telah menerbitkan Standar Norma dan Pengaturan Nomor 6 tentng Pembela HAM sebagai acuan dan penjelasan bagi para penyelenggara negara maupun masyarakat dalam upaya pemajuan dan perlindungan hak pembela HAM.
"Namun Komnas HAM tidak dapat berjalan sendiri. Pemajuan dan perlindungan terhadap pembela HAM memerlukan gerak bersama antara Komnas HAM dengan lembaga HAM lainnya seperti Komnas Perempuan, LPSK, KPAI, KND dengan akademisi, gerakan masyarakat sipil, dan tentu saja apabila negara juga turut hadir sebagai duty bearer dari hak asasi manusia," kata dia.
Melalui Konferensi Pembela HAM, ia berharap bahwa ruang diskusi dan kolaborasi antara berbagai aktor dan institusi antara pembela HAM akan membuahkan energi baru bagi pemajuan dan perlindungan pembela HAM yang secara langsung akan mendorong pula kondisi hak asasi manusia di Indonesia menjadi lebih baik.
Menutup pidatonya, ia mengutip pernyataan dari seorang aktifis Guatemala yang mengalami persekusi bernama Claudia Samayoa.
"Terjemahannya kurang lebih. Hak-hak yang kita nikmati pada hari ini, hak atas pekerjaan, turut serta di dalam politik, berbicara mengeluarkan pendapat, bersekolah, beragama, adalah hutang kita kepada para perempuan dan para pejuang HAM yang sudah bekerja lebih dulu dari kita," kata dia.
Baca juga: Firli Bahuri Belum Kunjung Ditahan Usai Jadi Tersangka, Mabes Polri: Mohon Dipahami
"Mereka adalah para pembela HAM yang mengalami penderitaan akibat perjuangan-perjuangan itu. Ribuan pembela HAM telah menempatkan hidup mereka dalam risiko untuk memperjuangkan kesejahteraan dan kemaslahatan kita. Itulah sebabnya kita perlu juga turut melindungi mereka," sambung Atnike.