TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Korban gagal ginjal akut mengaku belum memperoleh santunan sebagaimana yang dijanjikan pemerintah.
Hal itu disampaikan kuasa hukum para korban GGAPA, Tegar Putuhena.
Menurutnya, hingga kini para korban masih menunggu tanggung jawab yang dijanjikan tersebut.
"Sudah setahun, satu rupiah pun tidak pernah diterima para korban dari negara. Jadi Jokowi, Menkes, itu omong kosong semua," kata Tegar dalam Konferensi Pers Update Kasus Gagal Ginjal Akut pada Anak di Tebet, Jakarta Selatan, Rabu (20/12/2023).
Padahal sejak awal seluruh korban dijanjikan santunan hingga Rp 17,5 miliar.
Uang santunan itu dijanjikan saat Rapat Kerja Komisi IX DPR dengan Kementerian Kesehatan.
"Dengan rincian korban meninggal akan diberikan santunan Rp 50 juta per orang dan korban sakit akan diberikan santunan sebesar Rp 60 juta," katanya.
Rencananya, santunan itu bakal diberikan melalui Kementerian Sosial. Namun kenyataannya, banyak korban yang tak terdata.
"Dalam realisasi di lapangan, terdapat beberapa koban yang belum terdata di Kementerian Sosial, sehingga dalam hal ini pihak pemerintah tidak serius dalam melakukan proses pencairan santunan kepada korban GGAPA," ujarnya.
Baca juga: Polri Ungkap Kendala Penanganan Kasus Gagal Ginjal Akut Pada Anak
Beberapa di antara korban juga ada yang meminta difasilitasi untuk perawatan di rumah sakit.
Namun pada praktiknya, para orang tua merogoh kocek sendiri untuk perawatan anak mereka yang terkena GGAPA.
"Kita waktu itu minta ke Kemenkes untuk difasilitasi korban-korban yang masih dirawat di RSCM dan sering kontrol. Selalu komentarnya sudah diurus Dinas Kesehatan di kabupaten/ kota, tapi realitanya tidak ada," ujar Tim Advokasi untuk Kemanusiaan (TANDUK), Reza dalam kesempatan yang sama.
Untuk merawat anak-anak mereka yang terkena GGAPA, para orang tua banyak yang mengorbankan pekerjaannya.
Termasuk di antaranya, Desi yang merupakan orang tua dari Sheena (6).
"Dalam keadaan seperti itu, kami masih harus berpikir bagaimana bisa membeli susu, popok, dan untuk kontrol sebagainya," ujar Desi.
Hingga kini sang anak, Sheena masih harus menggunakan trakeostomi di tenggorokanya.
"Sheena masih menggunakan trakeastomi di leher. Makan menggunakan susu di selang lewat hidung," katanya.
Baca juga: Menko PMK: Presiden Setujui Pemberian Bantuan Tunai Terhadap Korban Gagal Ginjal Akut
Memang saat ini Sheena sudah dirawat di rumah.
Kontrol rutin ke rumah sakit masih harus terus dilakoninya hampir setiap hari.
Namun karena keterbatasan biaya, Desi sebagai orang tua hanya mampu membawa anaknya ke RSCM rata-rata satu minggu sekali.
"Sampai saat ini masih harus sering kontrol ke RSCM. Kalau diikuti jadwalnya harusnya 1 minggu full. Tapi dengan keterbatasan kami, 1 minggu sekali juga syukur," katanya.
Menurutnya hingga kini tak ada itikad baik dari pemerintah yang sudah memberi janji di awal.
Padahal dia sudah mengurus segala keperluan administratif yang diminta.
"Kami sudah mengurus berkas yang diminta pemerintah, tapi sampai saat ini tidak ada. Boro-boro mau peduli, sekadar tanya saja tidak ada. Kalau ada yang berpikir kami ini mengada-ngada, silakan lihat sendiri ke rumah."