Kelima, adanya kerja sama antardesa, lintas komunitas, lembaga, Corporate Social Responsibility (CSR), pemerintah daerah, dan kementerian lainnya yang turut mempengaruhi penilaian.
Keenam, keberadaan regulasi atau kebijakan peraturan desa terkait pemajuan kebudayaan menjadi salah satu aspek yang dinilai dalam pemberian penghargaan ini.
Adapun juri yang memberikan penilaian terhadap ADB melibatkan kalangan akademisi, budayawan, pemerhati dan praktisi serta unsur pemegang kebijakan.
Mereka adalah Staf Ahli Kementerian Desa Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, Bito Wikantosa; Perwakilan Fakultas Ilmu Budaya Universitas Indonesia, Melani Budianta; Pendiri Caventer, Fitri Utami Ningrum; Pegiat Kampung Cepluk, Redy Eko Prastyo; dan Kontributor Harian Kompas, Aloysius Budi Kurniawan.
Baca juga: Gelar Festival Dongdala Budaya Desa, Kemendikbudristek: Dorong Pemajuan Kebudayaan
Hilmar berharap budaya mampu menjadi daya gerak dan daya hidup yang menguatkan, menyatukan dan juga menghasilkan efek positif, baik secara materi, kebanggaan, eksistensi dan juga membuka kemungkinan pengembangan yang lebih luas.
Sejalan dengan Hilmar, Direktur Pengembangan dan Pemanfaatan Kebudayaan (PPK) Direktorat Jenderal Kebudayaan Kemendikbudristek, Irini Dewi Wanti, menyatakan Apresiasi Desa Budaya (ADB) menjadi salah satu bukti nyata kebudayaan mampu menjadi daya gerak dan daya hidup yang menghasilkan efek positif bagi masyarakat, termasuk membuka kemungkinan pengembangan dan pemanfaatan kebudayaan yang lebih luas.
“Diharapkan membuka kesadaran semua pihak di negeri ini untuk menyadari kekuatan budaya yang bisa menjadi arah kebijakan dan implementasi pembangunan nasional," tutur Irini Dewi Wanti.