Laporan wartawan Tribunnews.com, Danang Triatmojo
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Pusat Studi Konstitusi (PusaKo) Universitas Andalas, Feri Amsari, mengkritik komposisi tiga anggota Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK), yang salah satunya merupakan anggota hakim konstitusi.
Menurut Feri semestinya MKMK tidak perlu melibatkan hakimnya sendiri dalam pengawasan. Pasalnya, kehadiran anggota hakim aktif terasa aneh karena yang bersangkutan sama saja mengawasi kawannya sendiri.
"Yang terbaik sih melepaskan MK dari peran pengawasan itu sendiri, karena tidak mungkin MK mengawasi dirinya sendiri, jadi unsur hakim konstitusi harus dipikirkan dihilangkan," kata Feri dalam siaran langsung Kompas TV, Rabu (20/12/2023).
Kata Feri, jika komposisi keanggotaan MKMK merujuk UU MK, hakim konstitusi semestinya bisa menguji aturannya sendiri dengan mencabut keterwakilan orang dalam MK di tubuh MKMK.
Menurutnya figur yang berani dan tegas perlu dimunculkan dalam keanggotaan MKMK sehingga kehadirannya diharapkan bisa menghilangkan syak wasangka publik soal relasi romantisme masa lalu.
"Meski harus kita akui figur ini tidak memiliki cacat integritas bawaan. Namun membawa peradilan yang jauh dari koruptif cacat integritas, maka keberanian kita menempatkan figur yang kuat, tegas, tidak memiliki masalah integritas juga harus dibuka ruang," kata dia.
Baca juga: VIDEO MK Bentuk MKMK Permanen, Janji Tak Pilih-pilih Tangani Aduan Etik Hakim Konstitusi
Sebagai informasi, Mahkamah Konstitusi (MK) membentuk Majelis Kehormatan MK (MKMK).
Ada tiga orang yang telah ditunjuk MK untuk mengisi formasi anggota MKMK yang merupakan perwakilan hakim konstitusi, tokoh masyarakat, dan akademisi berlatar belakang bidang hukum.
Mereka yang terpilih sebagai Anggota MKMK adalah mantan Rektor Universitas Andalas Padang Yuliandri, I Dewa Gede Palguna eks hakim MK dua periode mewakili tokoh masyarakat, dan perwakilan dari hakim aktif MK Ridwan Mansyur.
Ketiganya memenuhi syarat yang meliputi memiliki integritas, jujur dan adil, berusia paling rendah 60 tahun, dan berwawasan luas.
Dalam hal pembentukannya, hanya perwakilan hakim konstitusi yang jabatannya dalam MKMK bersifat ad hoc, sisanya permanen.
Hal itu untuk antisipasi jika nanti Anggota MKMK yang merupakan hakim konstitusi aktif ini melakukan dugaan pelanggaran etik.
"Manakal kemudian ada hakim yang ad hoc ini kemudian diduga ada aduan atau kemudian ada laporan maka yang bersangkutan karena ad hoc bisa digantikan oleh hakim yang lainnya," kata hakim konstitusi Enny Nurbaningsih dalam jumpa pers di Gedung, MK, Jakarta, Rabu (20/12/2023).