News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Polisi Diminta Ikut Tangani 93 Pegawai KPK Diduga Terlibat Pungli

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kolasefoto logo KPK ilustrasi suap.

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Dewas KPK) mengungkapkan adanya 93 pegawai KPK yang diduga menerima pungli di rumah tahanan (rutan).

Proses etik saat ini sedang berjalan di Dewas KPK.

Terkait hal itu, Masyarakat Anti-Korupsi Indonesia (MAKI) menilai bahwa mereka tak bisa sekadar diproses etik, tapi juga harus dipidana.

Untuk itu, Dewas KPK dalam putusan etik nanti diharapkan merekomendasikan agar peristiwa tersebut juga diproses secara pidana.

"Selain menangani etiknya, Dewas (KPK) harus merekomendasikan untuk diproses pidana," kata Koordinator MAKI, Boyamin Saiman, Sabtu (13/1/2024).

Untuk urusan pidana, diharapkan agar KPK dapat menanganinya secara tegas, tanpa pandang bulu.

Baca juga: Dugaan Pungli di Rutan KPK Ternyata Sudah Terjadi Sejak 2018

Jika KPK tidak mampu, maka MAKI merekomendasikan agar ditangani oleh Kepolisian Republik Indonesia (Polri).

"Kalau tidak bisa ditangani KPK karena di bawah Rp 1 miliar dan hanya level bawah, ya harus diproses ke Polisi," katanya.

Jika dalam proses etik dan pidana terbukti bahwa 93 pegawai tersebut bersalah, maka mereka harus dipecat dari KPK.

"Kalau dinyatakan bersalah, ya harus diberhentikan dengan tidak hormat pegawai-pegawai KPK itu," kata Boyamin.

Proses etik dan pidana itu menurut Boyamin harus dijalankan secara tegas untuk mengembalikan marwah KPK sebagai lembaga anti-rasuah.

Karena itu, dalam hal korupsi yang dilakukan pegawainya, KPK harus menerapkan prinsip zero tolerance.

"Ketika ada dugaan korupsi dalam bentuk sekecil apapun, termasuk pungutan liar di rutan itu adalah sesuatu yang zero tolerance. Artinya nol torelan. Enggak boleh dimaafkan,"  ujarnya.

Kronologi Pungli

Adapun informasi mengenai 93 pegawai KPK yang diduga menerima pungli di rutan ini disampaikan oleh Anggota Dewas KPK Albertina Ho.

Katanya, proses etik terkait perkara tersebut segera disidangkan pada bulan ini.

"Pungli sudah mau sidang, betul. Belum tahu tanggalnya, tapi akan disidangkan. Banyak
ya, 93 orang, kalau enggak salah ingat," ujar Albertina Ho, Kamis (11/1) lalu.

Kasus dugaan pungli sendiri pertama kali mencuat ke publik saat Dewas KPK menggelar jumpa pers pada September 2023 lalu.

Dari situ terungkap bahwa pungli terjadi di Rutan Geung Merah-Putih KPK yang nilainya mencapai Rp 4 miliar pada Desember 2021 hingga Maret 2022.

Sedangkan secara pidana, penyelidikan sedang dilakukan Direktorat Penindakan KPK. 

Namun hingga kini, KPK belum menyampaikan perkembangan lebih lanjut mengenai
penyelidikannya.

Wakil Ketua KPK Nurul Ghufron mengatakan, mengusut peristiwa yang telah terjadi beberapa tahun lalu tim penyelidik tidak hanya menghadapi tantangan menemukan alat bukti dan tersangka. 

Dia mengatakan bahwa para pihak yang diduga terlibat dalam aksi pungli tahanan korupsi empat tahun lalu itu kini tidak seluruhnya bekerja di KPK.

“Bahkan tersangkanya sudah tersebar,” kata Ghufron.

Modus Pungli

Sebanyak 93 pegawai Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diduga terlibat praktik pungutan liar (pungli) di rutan KPK diduga menggelar modusnya dengan menyelundupkan gawai hingga makanan. 

"Uang itu supaya yang tadi-tadi itu (penyelundupan HP dan makanan) bisa dilakukan. Untuk menikmati fasilitas tambahan, itu kompensasinya,” ujar Anggota Dewan Pengawas (Dewas) KPK Syamsuddin Haris, Sabtu (13/1).

Akan tetapi, Dewas KPK belum membeberkan nilai total pungli yang diterima 93 pegawai tersebut. 

Termasuk, pihaknya enggan menjelaskan bagaimana pungli dan cara beroperasi para pegawai tersebut.

Haris hanya mengatakan, temuan mereka ini adalah pungutan liar ke tahanan. 

Total nilainya lebih dari temuan awal, yakni Rp4 miliar yang diungkap pada September 2023. 

“Itu pungli. Pungutan ke tahanan … total lebih dari Rp4 M,” ungkap Haris.

Dia menambahkan, nilai pastinya akan ditindaklanjuti di bagian penindakan KPK.  
Dewas KPK hanya berfokus pada sanksi etik yang bakal dijatuhkan.

“Kalau angkanya, nanti tentu di penyelidikan, ya. Kalau di kita, kan, penegakan etiknya. Itu kita mengadili pantas tidaknya melakukan itu,” kata dia.

KPK pun telah menerima pengembalian uang sebesar Rp 270 juta dari para pegawai yang diduga terlibat praktik pungutan liar (pungli) di lingkup rutan KPK. 

"Kami juga sudah menerima beberapa pengembalian uang sampai Rp270-an juta lebih yang diterima," ujar Ali Fikri, Sabtu.

Namun, jubir berlatar belakang jaksa ini tidak menjelaskan uang itu dikembalikan oleh berapa orang. 

Namun mengacu pada pemeriksaan etik di Dewan Pengawas (Dewas) KPK, diduga yang terlibat pungli ini 93 pegawai rutan.

Kembali ke penindakan pidana, Ali mengatakan bahwa sejauh ini KPK sudah memeriksa 190 orang sebagai saksi dalam proses penyelidikan.

Dia memastikan kasus ini diusut secara pidana.

"Pertanyaannya di luar kan. Kok tidak dilakukan pidana' oh sedang proses penyelidikan, kemarin kan disampaikan Pak Alex juga ada 190 orang yang sudah diperiksa, sebagai yang dimintai keterangan dalam proses penyelidikan," kata dia

"Artinya ini kami ingin tuntaskan," imbuhnya. 

KPK pun akan disidang etik terkait kasus dugaan pungutan liar (pungli) di lingkungan rutan KPK.

Menurut Ali, hal itu merupakan bagian komitmen untuk menjaga muruah kelembagaan KPK.

KPK yakin dewas telah secara profesional melakukan pemeriksaan kepada para pihak terkait, hingga memutuskan untuk melanjutkannya ke tahap sidang etik.

"Dalam sidang etik nanti Dewas pastinya akan memeriksa dugaan pelanggaran ini secara independen, sebagaimana tugas dan kewenangannya yang diatur dalam UU 19 Tahun 2019," kata Ali.

Ali menyebut, hasil putusan etik itu nantinya bisa dipertimbangkan ke tahap tindak pidana korupsi maupun penegakan disiplin pegawai oleh Inspektorat ataupun ke-SDM-an KPK.

"Kemudian atas putusan tersebut nantinya juga bisa menjadi pengayaan bagi tim di penindakan dalam proses penanganan dugaan tindak pidana korupsinya," jelasnya. (Tribun Network/ Yuda).

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini