"Selain menimbulkan masalah sosial, pernikahan agama juga menimbulkan masalah dikotomi hukum agama dan negara," jelas Abdul Mu'ti.
MUI
Wakil Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI) KH Marsudi Syuhud meminta Kementerian Agama (Kemenag) melakukan diskusi komprehensif mengenai rencana KUA yang akan menjadi tempat pencatatan pernikahan semua agama.
Menurutnya, wacana tersebut perlu dikomunikasi secara baik dan mendetail terlebih dahulu kepada seluruh pihak yang nantinya akan bersinggungan terkait rencana tersebut, khususnya para pemangku agama lainnya.
"Ketika pemerintah mau melakukan hal yang urusannya dengan agama, seperti pernikahan, itu kewajiban dan pekerjaan pemerintah untuk mengatur, tapi saya harap untuk bisa dimusyawarahkan dengan seluruh agama yang ada," ungkap dia saat dihubungi Tribunnews.com, Senin (26/2/2024).
Harapannya jika dikomunikasikan dengan baik kepada seluruh pemangku agama lain, tidak terjadi kesalahpahaman aturan.
"Jangan sampai nanti ada kebijakan belum paham, belum nyambung, sehingga yang tidak paham jadi bisa menolak," tutur Kiai Marsudi.
Ia memaparkan, terkait Sumber Daya Manusia (SDM) jadi catatan yang krusial dalam aturan ini.
Hendaknya ada petugas dari berbagai agama di satu KUA yang akan mencatat pernikahan masyarakat.
Kiai Marsudi berharap rencana ini bisa direalisasikan saat semua regulasi siap misalnya prasarana, SDM serta hal lainnya alias tidak semrawut.
"Nanti kalau KUA mencatat semua pasti disitu yang menikahkan muslim ya pasti muslim, yang non-muslim ya non-muslim (menikahkan)."
"Berati di KUA ada petugas yang berbeda-beda sesuai agama," jelasnya.
"Kalau bisa semua regulasinya (siap), supaya tidak salah paham," sambung Kiai Marsudi.
Respon PGI