TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Masih ingatkah kita dengan Adelin Lis, mantan Direktur Keuangan PT Keang Nam Development dan PT Mujur Timber?
Gegara mengalami dugaan kriminalisasi hukum, pengusaha itu harus mendekam di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Tanjung Gusta, Medan, Sumatera Utara, untuk menjalani vonis 10 tahun penjara di tingkat kasasi Mahkamah Agung (MA).
Padahal di pengadilan tingkat pertama, Adelin Lis divonis bebas murni.
Kini, nama Adelin Lis mencuat lagi.
Gegaranya, ia mengajukan upaya hukum luar biasa ke MA melalui Peninjauan Kembali (PK).
Informasinya PK yang dajukan per tanggal 16 Februari 2024 tersebut merupakan PK yang kedua bagi Adelin Lis.
Kasus pengadilan sesat yang menimpa Sengkon-Karta dikhawatirkan bisa terulang bila MA tidak mengabulkan PK Adelin Lis ini.
Diminta komentar soal PK kedua yang diajukan Adelin Lis ke MA, YouTuber yang juga pegiat media sosial ternama Rudi S Kamri menilai, kasus pengadilan sesat yang menimpa Sengkon dan Karta di Bekasi, Jawa Barat, tahun 1977 lalu kini terulang pada Adelin Lis, sehingga ia minta MA membebaskannya.
“Menurut saya, orang ini tidak ada salahnya, perusahaan dia juga tidak ada salahnya, sehingga mestinya dibebaskan,” kata Rudi S Kamri di Jakarta, Kamis (7/3/2024).
PT Keang Nam Development Indonesia, kata Rudi, adalah perusahaan yang 49 persen sahamnya dimiliki BUMN, yakni PT Inhutani IV.
Polisi, kata Rudi, sudah beberapa kali masuk ke wilayah konsesi hutan yang dimiliki perusahaan tersebut namun tak pernah ditemukan tindak pidananya.
“Tapi entah karena apa kemudian Adelin Lis menjadi pesakitan. Saya juga kaget,” cetusnya.
Menteri Kehutanan periode 2004-2009 MS Kaban, kata Rudi, juga sudah menerangkan dalam sebuah surat bahwa penebangan yang dilakukan Adelin Lis, yang kemudian disebut “illegal logging”, tidak ada pelanggaran apa pun.
“Izin menebang dia punya, izin perusahaan dia juga punya. Bahwa dia menebang di luar blok yang masuk RKT (Rencana Kerja Tahunan), itu boleh-boleh saja, karena untuk memenuhi kuota dari pemerintah. Kalaupun ada pelanggaran di luar RKT, namun masih dalam wilayah konsesi, sanksinya hanya administratif berupa denda, bukan sanksi pidana,” jelasnya.