News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Dugaan Korupsi di BAKTI Kominfo

Operasi Senyap Korupsi Tower BTS Gunakan Sandi "Garuda" Uang Rp 40 Miliar Diserahkan di Hotel

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Terdakwa Anggota III nonaktif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi hadir dalam sidang perdana di Gedung Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) pada Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat, Jakarta, Kamis (7/3/2024). Tipipikor menggelar sidang perdana perkara yang menjerat Anggota III nonaktif Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi dan satu orang pihak swasta bernama Sadikin Rusli terkait kasus dugaan pengkondisian perkara penyediaan infrastruktur base transceiver station (BTS) 4G dan infrastruktur pendukung paket 1, 2, 3, 4, dan 5 yang dikelola oleh Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi (Bakti) Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo). TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum mengungkapkan adanya sandi yang digunakan para terdakwa korupsi tower BTS 4G BAKTI Kominfo dalam operasi senyap mereka.

Sandi tersebut digunakan untuk serah-terima uang Rp 40 Miliar untuk pengkondisian audit BPK.

Anggota Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK) Achsanul Qosasi merupakan pihak yang mengusulkan pengguaan sandi tersebut yakni "Garuda".

Hal itu disampaikan saat eks Dirut BAKTI Kominfo, Anang Achmad Latif menemuinya di ruang kerjanya di Kantor BPK.

Saat itu Achsanul menyampaikan kepada Anang Latif draf hasil PDTT 2021 dan laporan hasil pemeriksaan atas laporan keuangan kementerian komunikasi dan informatika tahun 2021 pada BAKTI Kominfo.

Anang Latif pun mengaku bahwa draf hasil PDTT tersebut sangat memberatkan dirinya.

Baca juga: Eks Anggota BPK Achsanul Qosasi Angkut Rp 40 Miliar Hasil Korupsi BTS 4G ke Rumah Kemang

Terlebih saat Achsanul berkata bahwa akan ada PDTT lanjutan khusus untuk proyek tower BTS 4G BAKTI Kominfo, Anang Latif hanya terdiam seribu bahasa.

"Saya sudah membaca Draft LHP terhadap Laporan Keuangan Tahun 2021, dan LHP PDTT 2021 dan keduanya memberatkan," kata jaksa penuntut umum membacakan keterangan Anang Latif dalam dakwaan Achsanul Qosasi, Kamis (7/3/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

"Dan Terdakwa Achsanul QosasiI menyampaikan akan ada PDTT Lanjutan terhadap
BTS. Mendengar itu Anang Achmad Latif hanya terdiam," ujar jaksa.

Setelahnya, Achsanul Qosasi secara blak-blakan langsung meminta Rp 40 miliar
kepada Anang Latif.

Pada momen itulah dia meminta agar Anang menggunakan sandi "Garuda" saat menyerahkan uang tersebut.

"Terdakwa Achsanul Qosasi mengatakan tolong siapkan 40 miliar. Ini nama dan nomor
telepon penerimanya dan kodenya GARUDA," katanya.

Selang beberapa hari kemudian, Achsanul Qosasi meminta kawannya, Sadikin Rusli
untuk menerima Rp 40 miliar tersebut.

Dengan Anang Latif, dia mengutus kawannya yakni Windi Purnama untuk menyerahkan uang di Hotel Grand Hyatt, Jakarta.

Sadikin dan Windi pun bertemu di cafe lantai 5 Hotel Grand Hyatt.

Saat bertemu, mereka saling mengucapkan sandi "Garuda" sebagaimana yang telah disepakati Achsanul dan Anang Latif.

"Sadikin Rusli duduk memesan minuman kemudian tidak lama disapa seseorang.
Setelah dekat, Windi Purnama mengatakan GARUDA, Sadikin Rusli menjawab
GARUDA," ujar jaksa, membacakan dakwaan Achsanul Qosasi.

Jaksa juga menyebut guna menerima Rp 40 miliar itu, Achsanul rela menyewa dua
kamar di hotel mewah Grand Hyatt Jakarta yakni kamar nomor 902 dan 909.

Berdasarkan informasi dari berbagai platform penyewaan kamar hotel, harga sewa
kamar di Grand Hyatt Jakarta berkisar pada Rp 3 juta per malamnya.

Sewa kamar itu dilakukan pada 19 Juli 2022 melalui kawannya, Sadikin Rusli.

"Sekitar sore hari Sadikin Rusli sampai Hotel Grand Hyatt Jakarta, Setelah itu terdakwa Sadikin rusli membuka dua kamar di hotel tersebut," kata jaksa penuntut umum.

Ngaku Tertekan

Anggota III Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Achsanul Qosasi sempat bercerita bahwa dirinya tertekan secara psikologis sebagai tahanan kasus korupsi tower BTS 4G BAKTI
Kominfo.

Cerita itu disampaikannya saat sidang di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan
Negeri Jakarta Pusat usai jaksa penuntut umum membacakan dakwaan terhadap
Achsanul Qosasi.

"Memang hukuman sosial bagi saya sudah jatuh tentunya dan mengakibatkan kondisi
psikologi saya yang drop," kata Achsanul Qosasi di persidangan.

Dia pun memohon kepada Majelis Hakim untuk diizinkan berobat di luar Rutan.
Permohonan izin tersebut katanya berdasrkan hasil pemeriksaan oleh dokter di Rutan.

"Kemudian dua minggu berikutnya saya direkomendasikan untuk melakukan general
check up di rumah sakit Adhyaksa. Mohon pertimbangan, Yang Mulia," kata Achsanul
Qosasi.

Terkait tekanan psikologis itu, Hakim Ketua, Fahzal Hendri sempat memberikan
pemahaman kepada Achsanul Qosasi.

Menurut Fahzal, tekanan psikologis merupakan hal yang wajar dialami para tahanan. Terlebih bagi Achsanul Qosasi yang merupakan publik figur.

"Psikologisnya, kadang-kadang begitu pak, tekanan fisik dan tekanan psikologis. Kami
mengerti beban saudara. Saudara kan bukan orang sembarangan. Anggota BPK dan
juga pernah jadi praktisi politik di DPR RI," ujar Hakim Fahzal.

Fahzal pun menyebut bahwa permohonan Achsanul Qosasi untuk terapi psikologi akan
dipertimbangkan begitu diajukan secara tertulis.

Namun demikian, Achsanul terlebih dulu diceramahi untuk mendekatkan diri kepada Tuhan.

"Ahli psikologi ya, memberikan terapi-terapi ya. Tapi yang paling hebat itu terapi-terapi
anu pak secara agama ya, secara ini sifatnya religius. Saudara orang Madura ya kental
gitu agamanya," katanya.

Achsanul pun disarankan untuk kuat menghadapi akibat perbuatannya sendiri.

"Hadapi saja dengan santai. hadapi sajalah dengan mental yang kuat. Begitu saran saya,"  ujar Hakim Fahzal.

DIketahui, dalam perkara ini, Anang Latif dan Windi Purnama telah diadili di pengadilan
tingkat pertama.

Sedangkan Achsanul dan Sadikin masih proses persidangan.

Dalam dakwaan pertama, Achsanul dijerat Pasal 12 huruf e Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dakwaan kedua:
Pasal 5 Ayat (2) Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal
55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.

Dakwaan ketiga:

Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dakwaan keempat:

Pasal 12 B Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sedangkan Sadikin Rusli dijerat Pasal 12 huruf e subsidair Pasal 5 Ayat (2) subsidair Pasal 11 subsidair Pasal 12 B juncto Pasal 15 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 56 butir ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.(Tribun Network/aci/wly)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini