Pencantuman keterangan tidak halal tersebut dilaksanakan sebagaimana tercantum dalam Pemberitahuan G/TBT/ N/IND/157 tentang Keputusan Presiden Nomor 6 Tahun 2023 tentang Sertifikasi Halal Obat, Produk Hayati, dan Alat Kesehatan.
Pemberlakukan kewajiban sertifikasi halal bagi produk obat dan alat kesehatan, lanjutnya, dilaksanakan dengan ketentuan masa penahapan yang berbeda-beda.
Bagi produk obat tradisional dan suplemen kesehatan, saat ini masih diberlakukan penahapan hingga 17 Oktober 2026.
Adapun bagi produk obat bebas dan obat keras diberlakukan masa penahapan hingga 17 Oktober 2029 dan 2034.
Sedangkan bagi produk alat kesehatan penahapannya dilaksanakan sesuai kelas risikonya, dari yang terdekat pata tahun 2026 sampai dengan 2034.
Lalu produk biologi termasuk vaksin dan alat kesehatan kelas risiko D, ketentuan penahapannya diatur di dalam Peraturan Presiden.
"Namun apabila alat kesehatan tersebut tidak mengandung unsur hewani maka tidak termasuk dalam kewajiban sertifikasi halal." paparnya.
Aqil menegaskan bahwa Indonesia menerima dan berbagai masukan dari Anggota dan menanggapinya melalui Inquiry Point.
Termasuk membuka peluang kerja sama internasional dengan lembaga sertifikasi halal luar negeri atau LHLN melalui kerja sama saling pengakuan dan penerimaan sertifikat halal.
Baca juga: BPJPH Jelaskan Tujuan Program Wajib Sertifikasi Halal Per Oktober 2024
Namun, BPJPH menegaskan bahwa Indonesia tidak menerima sertifikasi lintas negara dan lintas batas dalam hal saling pengakuan penerimaan sertifikasi halal (Mutual recognition acceptance) untuk monitoring dan penelusuran produk yang telah disertifikasi.
Adapun produk yang belum bersertifikat halal karena tidak tersedianya LHLN di negara asal dapat langsung diajukan sertifikasi halalnya ke BPJPH.