News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Soal Aturan Personel TNI-Polri Bisa Isi Jabatan ASN, Wapres Ma'ruf: Tak Kembalikan Dwifungsi ABRI

Penulis: Muhamad Deni Setiawan
Editor: Febri Prasetyo
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Wakil Presiden RI (Wapres) KH. Ma'ruf Amin didampingi Gubernur Kepulauan Riau Ahmad Anshar (kiri) dan Ketua Perwakilan Bank Indonesia Suryono (kanan) saat jumpa pers di Gedung Daerah Kepulauan Riau, Jumat (15/3/2024).

TRIBUNNEWS.COM - Rancangan Peraturan Pemerintah (RPP) yang membahas Manajemen Aparatur Sipil Negara (ASN) tengah menjadi perbincangan hangat.

Adapun aturan yang dimaksudkan adalah tentang personel TNI/Polri yang bisa mengisi jabatan ASN. Aturan ini ditargetkan terbit pada akhir April 2024.

Saat menanggapi hal ini, Wakil Presiden (Wapres) Ma'ruf Amin mengatakan jabatan-jabatan sipil tertentu diperlukan dari kalangan TNI/Polri.

Namun, itu dengan catatan ada batasan-batasan yang mengatur sehingga tidak lagi memunculkan dwifungsi ABRI seperti zaman Orde Baru (Orba).

"Saya kira sudah ada pembicaraan antara pihak-pihak eksekutif, pemerintah, dan DPR, ya, bahwa itu memang di jabatan-jabatan sipil itu juga diperlukan adanya pihak-pihak dari kalangan TNI/Polri, ya, itu sangat diperlukan karena itu kemudian perlu ditampung di undang-undang sehingga kemungkinan itu bisa diisi, tetapi tentu dengan batasan-batasan."

"Yang pasti itu sudah disiapkan tidak lagi terjadi kemungkinan munculnya dwifungsi TNI atau dwifungsi ABRI seperti dulu itu," tutur Ma'ruf saat ditemui awak media di Gedung Daerah Kepulauan Riau, Jumat (15/3/2024).

Lebih lanjut, Ma'ruf menyatakan hal sebaliknya juga bisa berlaku di mana ASN masuk ke bidang-bidang yang tak mungkin diisi oleh TNI/Polri.

Oleh sebab itu, sambungnya, undang-undang tersebut terus disempurnakan supaya bisa saling mengisi.

Ia kembali menegaskan dwifungsi ABRI tak akan dikembalikan ke tatanan pemerintah.

"Bahkan sebaliknya, di kalangan TNI juga dimungkinkan ASN masuk di dalam bidang-bidang yang tidak mungkin diisi dari pihak TNI atau Polri."

"Jadi ada jabatan-jabatan tertentu yang sifatnya memang tidak mungkin tenaga yang disiapkan oleh TNI mengisi jabatan itu. Hal-hal yang seperti teknis, ya."

"Saya kira itu, makanya itu undang-undang terus disempurnakan saling mengisi, tetapi tidak mengembalikan dwifungsi ABRI di dalam tatanan pemerintahan," katanya.

Baca juga: TNI-Polri Bakal Isi Jabatan Eselon I ASN, Wapres RI: Harus Ada Batasan

Catatan Setara Institute

Direktur Eksekutif Setara Institute, Halili Hasan, turut mengomentari RPP tentang Manajemen Aparatur Sipil ini.

Awalnya Hasan mengatakan bahwa reformasi TNI kerap mengalami gangguan melalui perluasan prajurit TNI dengan dapat menjabat pada jabatan sipil di luar ketentuan UU Nomor 34 Tahun 2004 tentang Tentara Nasional Indonesia.

Menurutnya, penempatan semacam itu justru memicu penempatan prajurit maupun perwira di jabatan yang tidak memiliki latar belakang pertahanan.

"Padahal urusan-urusan pada jabatan tersebut dapat dikelola oleh aparatur sipil yang memiliki kapasitas sesuai bidangnya."

"Dalam konteks itu, terlihat bahwa pemerintah tidak punya komitmen politik untuk menguatkan reformasi TNI, juga Polri, sesuai dengan amanat Reformasi 1998," tuturnya kepada Tribunnews.com, Jumat.

Kini, kata Hasan, ujian membangun reformasi diuji kembali lewat RPP tentang Manajemen Aparatur Sipil.

Dia mengatakan sebenarnya aturan ini dapat menguatkan pembatasan jabatan sipil bagi TNI-Polri.

Namun, dalam prakteknya, Hasan menilai bakal ada penyimpangan dan justru mengakselerasi prajurit maupun perwira TNI-Polri untuk mengisi jabatan sipil.

Hasan pun memberikan beberapa catatan terkait RPP ini yaitu:

Pertama, penyusunan PP ASN seharusnya mengokohkan komitmen Reformasi TNI-Polri sehingga tetap meletakkan dua alat negara ini menjadi instrumen negara yang kuat dan profesional di bidang pertahanan dan keamanan negara.

"Dan tidak didorong untuk mengokupasi jabatan-jabatan pemerintahan yang secara substantif dan selama ini menjadi tugas dan fungsi ASN," kata Hasan.

Kedua, jabatan ASN yang dapat diduduki TNI-Polri berdasarkan RPP semestinya tetap mengacu pada ketentuan Pasal 47 ayat (2) UU TNI yang telah merincikan jabatan-jabatan sipil yang dapat diduduki prajurit TNI tanpa melalui mekanisme pensiun dini.

Adapun aturan tersebut juga disebutkan dalam Pasal 19 ayat 3 UU Nomor 20 tahun 2023 tentang ASN.

"Sementara terhadap jabatan-jabatan ASN di luar itu, PP ASN ini perlu menegaskan bahwa prajurit TNI hanya dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dair dinas aktif keprajuritan, sebagaimana Pasal 47 ayat 1 UU TNI," kata Hasan.

Ketiga, RPP ASN yang masih belum disahkan ini diharapkan memberikan gambaran jelas terkait kriteria atau jabatan apa saja yang dapat diduduki prajurit TNI-Polri untuk posisi ASN.

Hal ini perlu menjadi sorotan agar RPP ASN tidak menjadi pintu perluasan kekuasaan TNI-Polri di sektor sipil.

Terakhir, RPP ASN ini diharapkan tidak menambah persoalan baru terkait jenjang karier ASN dan prajurit TNI-Polri ke depan.

"Penempatan sesuai kebutuhan Kementerian/Lembaga (K/L) harus menjadi prinsip yang diutamakan, sehingga penempatan dapat tepat sasaran," ujar Hasan.

(Tribunnews.com/Deni/Rizki Sandi Saputra/Yohanes Liestyo)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini