Laporan wartawan Tribunnews.com, Fahmi Ramadhan
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Terdakwa kasus kepemilikan senjata api (senpi) ilegal, Dito Mahendra mengaku telah menekuni olahraga menembak sejak masih berusia lima tahun.
Dito juga menjelaskan bahwa olahraga menembak itu pertama kali diperkenalkan oleh keluarganya yang memiliki latarbelakang militer.
Adapun hal tersebut Dito ungkapkan saat ditanya Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam sidang lanjutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).
Saat itu jaksa bertanya kepada Dito sejak kapan ia menggeluti dunia olahraga menembak tersebut.
"Sejak usia lima tahun kami sudah diperkenalkan dengan kegiatan menembak karena kebetulan keluarga kami dari keluarga militer," kata Dito di ruang sidang.
Dito kemudian menjelaskan bahwa pada saat ia duduk di bangku sekolah dasar, dirinya mulai belajar menembak di sebuah organisasi bernama Setia Waspada Shooting Club.
Dimana kata dia, lokasi kegiatan menembak itu ia lakukan di Markas Komando Paspampres di wilayah Tanah Abang, Jakarta Pusat.
"Jadi kami sudah belajar sejak SD pak sudah belajar di setia waspada shooting club di tanah abang dalam naungan Paspampres," sebutnya.
Selain itu, Dito juga ditanya oleh jaksa perihal 15 pucuk senjata yang pada saat proses persidangan juga ditampilkan.
Pada saat itu Dito menjelaskan bahwa belasan senjata itu merupakan koleksi dirinya selama ini.
"Saudara tadi ditampilkan ada 15 pucuk senjata, ini koleksi atau bagaimana?," tanya jaksa.
"Koleksi pak dan itu spesifikasinya untuk tertentu seprti tembak reaksi dan sasaran," saut Dito.
Kemudian, dalam kesempatan itu, jaksa juga bertanya mengenai apakah terdapat anggota Perbakin yang juga memilki koleksi senjata seperti Dito.
Kemudian Dito pun menjawab bahwa terdapat anggota Perbakin yang juga mengoleksi senjata seperti yang ia lakukan bahwa tak menutup kemungkinan dalam jumlah yang lebih banyak.
"Maksud kami apakah ada juga dari sipil lain yg memiliki jumlah lebih banyak atau sama?," tanya jaksa.
"Banyak pak karena banyak kawan kawan kami dari anggota perbakin yang punya lebih banyak juga," ucap Dito Mahendra.
Lalu jaksa pun mendetailkan pertanyaanya kali ini soal jenis senjata yang dikoleksi oleh anggota Perbakin lainnya.
Saat itu Jaksa mengatakan apakah anggota Perbakin yang lain mengoleksi senjata jenis senjata api hingga airsoftgun.
"Untuk airsoftgun dan lain-lain saya tidak tahu tapi utk senjata api karena di perbakin itu kita ada disana jadi kami tau mereka juga punya seprrti itu dan itu tidak ada masalah," pungkasnya.
Tuding Kasusnya Dibesar-Besarkan
Dito Mahendra menilai bahwa kasus kepemilikan senjata yang saat ini menjeratnya hingga duduk di kursi pengadilan merupakan suatu hal yang dibesar-besarkan.
Adapun hal itu diungkapkan Dito pada saat menjalani pemeriksaan sebagai terdakwa dalam sidang lanjutan kasus kepemilikan senjata ilegal di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (19/3/2024).
Pernyataan itu bermula ketika hakim menanyakan pendapat Dito terkait dakwaan yang dijatuhkan jaksa penuntut umum (JPU) terhadap dirinya.
Dito pun menilai bahwa kasus yang saat ini menimpanya adalah masalah yang dibesar-besarkan sebab menurutnya ia tak membuat kerugian atas kepemilikan senjata tersebut.
"Ini adalah masalah yang dibesar-besarkan karena menurut kami tidak ada kerugian yang ditimbulkan dari sini dan dengan senjata-senjata itu kami bisa menunjukan dokumen-dokumen," kata Dito di ruang sidang.
Ditunjukannya dokumen-dokumen kepemilikan senjata itu juga kata Dito telah berulang kali ia sampaikan pada saat proses pemeriksaan dirinya sebagai tersangka.
Kemudian selain itu, pria yang memiliki nama lengkap Mahendra Dito Sampurno itu juga mengungkap alasanya memiliki begitu banyak senjata serta amunisi tersebut.
"Karena saya adalah kolektor, memang saya hobi senjata, jadi senjata yang kami punya ini klasifikasinya adalah khusus," ujar Dito.
Dito juga kemudian mengatakan bahwa tak pernah membuat onar meskipun mempunyai senjata beserta ribuan amunisinya.
Ia pun lalu berkilah bahwa apa yang dituduhkan terhadapnya selama ini merupakan asumsi publik semata.
"Jadi dalam itu semua kami tidak pernah bermaksud berbuat onar, membuat suatu makar, membuat kejahatan atau merugikan orang lain," sebutnya.
"Atau (kepemilikan) amunisi yang banyak dikatakan kami ini seperti kartel itu tidak benar," sambungnya.
Dito menjelaskan bahwa kepemilikan amunisi dalam jumlah banyak itu semata-mata hanya untuk keperluan hobi menembak yang selama ini ia tekuni.
Bahkan kata Dito dalam setiap kegiatan menembak amunisi yang berjumlah ribuan itu dianggapnya masih kurang.
"Amunisi sebanyak itu dalam dua kali event menembak di hari Sabtu dan Minggu itu kurang majelis, jadi kami mungkin beli lagi. Jadi menurut kami ini hal yang dibesar-besarkan," pungkasnya.
Dalam perkara ini, Dito Mahendra didakwa atas dugaan kepemilikan 11 senjata yang terdiri dari senjata api (senpi), senapan angin, dan air soft gun.
Sembilan di antarnya ditemukan dalam penggeledahan rumah Dito yang juga di gunakan sebagai kantor PT Garuda Yaksa Perkasa di Jalan Erlangga V, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan.
"6 pucuk senjata api, 1 senapan angin dan 2 air soft gun tidak dilengkapi dengan dokumen Surat Izin Impor Senjata Api dan dokumen buku pass kepemilikan senjata api (BPSA) yang sah," ujar jaksa penuntut umum dalam persidangan Senin (15/1/2024).
Baca juga: Dito Mahendra Tuding Kasus Kepemilikan Senjata yang Menjeratnya Masalah yang Dibesar-besarkan
Keenam senjata api yang dimaksud, yakni:
• 1 pucuk jenis pistol merk Glock 17, kaliber 9 mm, nomor pabrik: BAUT312 dan G124121
• 1 pucuk jenis revolver merk S&W, kaliber 22, nomor pabrik: BRS1380
• 1 pucuk jenis pistol merk Glock 19 Zev Custom, kaliber 9 mm, nomor pabrik: G122700 beserta 1 unit Optik Red Dot Trijicon RMR nomor seri: 400816
• 1 pucuk jenis senjata api jenis M4 warna Hitam Noveske Rifleworks (Lower) nomor pabrik: NIHIL beserta BCM (Handguard) nomor seri: 8904691 dan 1 unit Optic Red Dot Aimpoint Micro T-1 2MOA nomor seri : #W3941961
• 1 pucuk senjata api merk AK 101, nomor pabrik: 08864 (tidak terlihat jelas) beserta 1 unit Optic Red Dot Aimpoint Micro T-2 2MOA nomor seri: #W3859683
• 1 pucuk jenis pistol merk Angstatd Arms, kaliber 9 mm, nomor pabrik: NIHIL beserta 1 unit Optic Red Dot Aimpoint Micro T-2 2MOA no seri: #W4172855 dan 1 unit Silencer warna Hitam.
Kemudian 2 air soft gun yang dimaksud, yakni: 1 pucuk Heckler & Koch G36 dan 1 pucuk Heckler & Koch MP5 kaliber 9 mm.
Adapun senapan angin yang diduga dimiliki secaa ilegal ialah 1 pucuk merk Walther kaliber 4.5 dengan nomor pabrik: W131439095.
Sedangkan dua senjata ilegal lainnya ditemukan selama Dito melarikan diri alias masuk dalam daftar pencarian orang (DPO).
"Bahwa selama pelarian terdakwa sebagai DPO, penyidik juga melakukan pengeledahan pada tempat kediaman terdakwa lain nya di Cluster @Brawijaya Residance Nomor 6D, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan dan juga pada saat di lakukan penangkapan di daerah Canggu, Bali," kata jaksa penuntut umum.
Saat itu ditemukan dua senjata ilegal berupa air soft gun, yakni: jenis pistol nomor WET5168 dan jenis Shotgun Model 870 warna hitam merk Wing Master.
"Tidak terdaftar dalam data base kepemilikan senjata api Subbid Sendak Bid Yanmas Baintelkam Polri," kata jaksa.
Temuan kesebelas pucuk senjata yang didakwakan ini bermula dari kesaksian Dito Mahendra dalam perkara yang ditangani KPK atas terdakwa Sekretaris Mahhamah Agung (MA), Nurhadi.
Nama Dito Mahendra sendiri dalam perkara itu berkaitan dengan menantu Nurhadi yang bernama Rezky Herbiyono.
Dari situlah, KPK kemudian bergerak melakukan penggeledahan. Kemudian ditemukan senjata-senjata yang ternyata ilegal hingga akhirnya perkaranya bergulir di Kepolisian Republik Indonesia (Polri).
"Dari informasi yang di dapatkan oleh KPK ada beberapa jumlah aset milik saudara Rezky Herbiyono, menantu Nurhadi yang disembunyikan di rumah Terdakwa di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan," ujar jaksa.
Atas dugaan kepemilikan senjata ilegal ini, Dito mahendra didakwa Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Darurat Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1951 Tentang Mengubah “Ordonnantie Tijdelijke Bijzondere Strafbepalingen” (Stbl.1948 No. 17) Dan Undang-Undang Republik Indonesia Dahulu Nomor 8 Tahun 1948.