“Kontrol dari masyarakat juga diamputasi, dulu nilai civil liberty 0,7 sekarang 0,3 rendah sekali. Hancur memalukan, kalau dibiarkan terus kita hancur, bisa bubar sebagai negara karena semua parameter kesejahteraan turun,” ujarnya.
Begitu juga dengan indeks kualitas penerapan hukum (rule of law index) turun menjadi 0,53.
“Ini artinya jika ada 10 kasus maka 50 persen bisa direkayasa. Jadi ini surga pelanggaran hukum seperti penyelundupan. Ini tidak masuk akal. Selama masa pemerintahan Jokowi terjadi degradasi,” tukasnya.
Baca juga: Arnod Sihite Sebut Banyak Anggota DPR Terpilih Produk KKN, Demokrasi dalam Ancaman Serius
Merisaukan Kampus
Lebih lanjut Abbas mengatakan, ada empat hal yang merisaukan komunitas kampus. Pertama, Bank Dunia menyebut Indonesia terancam pecah (bubar) yang antara lain, akibat diskriminasi yang sangat ekstrem.
Abbas mencontohkan, distribusi tanah di sejumlah provinsi kalau dihitung jumlahnya tidak satu meter lagi untuk penduduk setempat, karena izin penggunaan lahan yang diberikan kepada pengusaha dalam dan luar negeri bisa dua kali lebih luas seperti di Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, dan Sulawesi Tenggara,
“Sebenarnya Indonesia sudah tidak ada karena tanah sudah diberikan kepada para pengusaha dari Tiongkok dan Singapura. Ini merisaukan. Terjadi proses pemiskinan massal karena tidak ada aset tanah sebab sudah dikuasai para pengusaha,” bebernya.
Kedua, kualitas sumber daya manusia (SDM) rendah akibat mutu pendidikan rendah, sehingga SDM yang bisa diserap di sektor informal dengan upah murah.
Ketiga, negara tidak hadir untuk mengangkat pemberdayaan. Uang yang beredar tidak sampai kepada rakyat berekonomi lemah. Uang hanya sampai pada kelompok ekonomi atas. Usaha kecil mikro (UKM) tidak tersentuh bank karena tidak memenuhi persyaratan untuk dibantu negara.
Baca juga: Bicara Negara Gagal, Pakar Hukum Tata Negara UGM Singgung Soal Pemburu Rente
Keempat, rakyat tidak mempunyai tabungan. Jika dilihat 400 juta hingga 500 juta rekening di seluruh Indonesia, 98% nilainya kecil-kecil dan cenderung turun.
Pada tahun 2018, rata-rata nilai tabungan yang dimiliki rakyat di atas Rp 3 juta, tapi di penghujung era kepemimpinan Jokowi turun menjadi Rp 2 juta.
“Dan lebih dari 70% ada di Jawa, sedangkan di luar Jawa sulit untuk menyekolahkan anaknya, sulit untuk berobat. Ini dikatakan Bank Dunia Indonesia terancam bubar dan kampus bersuara. Jujurlah pada negara, jangan rekayasa lagi,” tuturnya.
Dia menambahkan, pemerintah hendaknya tidak arogan dan berlebihan menanggapi gerakan komunitas kampus, karena bila masukan dari elemen kampus dihargai maka kondisi negara akan baik. Masukan dari komunitas kampus mempunyai kontribusi ilmiah, berdasarkan analisis dan bukan dukun.