Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Jaksa penuntut umum (JPU) pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta agar Majelis Hakim menolak eksepsi atau nota keberatan mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL) terkait perkara dugaan korupsi di lingkungan Kementan.
Permintaan itu disampaikan dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Rabu (20/3/2024), dengan agenda tangapan dari jaksa atas eksepsi SYL.
"Kami mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa, mengadili, dan memutus perkara ini untuk menolak nota keberatan atau eksepsi penasihat hukum atas nama terdakwa Syahrul Yasin Limpo untuk seluruhnya," kata jaksa penuntut umum.
Baca juga: KPK Temukan Data dan Informasi Penting dari Rumah Hanan Supangkat Terkait Kasus TPPU SYL
Selain itu, jaksa juga memohon agar Majelis Hakim menyatakan surat dakwaan atas nama Syahrul Yasin Limpo sah secara hukum.
Dengan demikian perkara diharapkan dapat berlanjut ke tahap pemeriksaan materiil.
"Menyatakan sidang pemerikaan perkara tindak pidana korupsi nomor 20/Pidsus/TPK/2024/PN.Jkt.Pst dilanjutkan ke tahap pembuktian," katanya.
Tanggapan dari jaksa ini karena eksepsi tim penasihat hukum SYL yang dianggap tak sesuai dengan ketentuan Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Menurut jaksa, penasihat hukum SYL hanya bermaksud mengulur proses persidangan dan ingin tampil gagah.
"Nota eksepsi yang diajukan penasihat hukum hanyalah sebagai upaya yang dipaksakan untuk mengulur-ngulur proses persidangan dan sekadar agar penasihat hukum tampil gagah dengan suara yang menggelegar di hadapan persidangan, karena sejatinya tidak ada poin nota eksepsi penasihat hukum yang benar benar sesuai dengan ketentuan Pasal 156 Ayat 1 KUHAP," ujar jaksa.
Sebagai informasi, dalam perkara ini, SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.
Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.
"Bahwa jumlah uang yang dipeleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.