TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Plt Kepala Rutan KPK periode 2020-2021, Ristanta dijatuhi pelanggaran hukuman etik berat setelah terbukti menerima 'uang tutup mata' lebih dari Rp30 juta, yang bersumber dari para tahanan KPK.
Dewan Pengawas (Dewas) KPK mengungkapkan Ristanta menerima setoran 'uang tutup mata' itu dari berbagai pihak, salah satunya dari Hengki, mantan pegawai Kemenkumham yang diduga membuat istilah 'lurah' sehingga pungli di Rutan KPK menjadi lebih terstruktur.
Dewas KPK meyakini setoran uang untuk Ristanta agar 'menutup mata' soal tahanan memakai handphone di rutan.
Baca juga: 15 Tersangka Kasus Pungli di Rutan KPK Diberhentikan Sementara
"Menimbang uang yang diterima terperiksa dari saksi Hengki dan saksi Ramadan Ubaidillah merupakan uang bulanan yang berasal dari tahanan sebagai uang tutup mata, agar para tahanan dibiarkan menggunakan alat komunikasi selama berada di dalam rutan KPK," ujar Anggota Dewas KPK, Albertina Ho dalam sidang pembacaan putusan etik di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Rabu (27/3/2024).
Ristanta disebut menerima uang secara tunai dari Hengki sebesar Rp10 juta per bulan untuk tiga bulan. Uang diduga diterima Ristanta dengan cara dimasukkan ke dalam kantong di jok mobil atau ke dalam tasnya.
"Terperiksa pada saat menjabat sebagai Plt Karutan pernah menerima dari saksi Hengki yang saat itu menjabat sebagai Koordinator Keamanan dan Ketertiban uang bulanan, yang berasal dari tahanan secara tunai dengan nilai Rp 10 juta per bulan untuk tiga bulan," ucap Albertina.
"(Uang pungli tersebut disimpan) dengan cara uang tersebut dimasukkan ke dalam kantong di jok mobil atau ke dalam tas terperiksa," tambahnya.
Selain itu, Ristanta juga disebut pernah menerima uang secara transfer beberapa kali dari Hengki.
"Selain itu terperiksa juga menerima dari transfer rekening dari saksi Hengki uang beberapa kali yaitu pada 5 Oktober 2020 sebesar Rp5 juta, tanggal 29 Desember 2020 sebesar Rp2 juta, tanggal 8 Februari 2021 sebesar Rp1 juta, tanggal 4 Januari 2022 sebesar Rp5 juta dan tanggal 10 Januari 2022 sebesar Rp2 juta," tuturnya.
Selain dari Hengki, Ristanta juga menerima uang dari Ramadan Ubaidillah sebesar Rp6 juta.
"Selain dari saksi Hengki, terperiksa juga menerima uang dari saksi Ramadan Ubaidillah secara langsung sebanyak 1 kali sebesar Rp6 juta, dengan cara uang tersebut dimasukkan ke dalam kantong di jok mobil terperiksa," jelasnya.
Baca juga: Mantan Penyidik: Penahanan Pelaku Pungli di Rutan KPK Adalah Hari Kelam dalam Pemberantasan Korupsi
"Dan dari saksi Hengki sebanyak 10 kali yang uangnya dimasukkan ke dalam amplop dengan nilai masing-
masing sekitar Rp10 juta," sambungnya.
Atas perbuatannya, Ristanta dinyatakan melanggar etik berat. Ia pun dihukum meminta maaf secara terbuka.
"Merekomendasikan kepada Pejabat Pembina Kepegawaian untuk melakukan pemeriksaan guna penjatuhan hukuman disiplin kepada terperiksa," kata Ketua Dewas KPK Tumpak Hatorangan Panggabean.
Kasus pungli di Rutan KPK ini pertama kali diungkap oleh Dewas. Dugaan praktik korupsi itu sudah terjadi sejak sekitar 2018 hingga 2023. KPK kemudian mengusut kasus itu dari tiga sisi yakni etik oleh Dewas, pidana oleh Kedeputian Penindakan dan Eksekusi, dan disiplin oleh Sekretariat Jenderal (Setjen).
Baca juga: Pungli di Rutan KPK Ternyata Sudah Ada Sejak Tahun 2016
Dalam perkara pidananya, KPK telah menetapkan 15 orang sebagai tersangka, termasuk Kepala Rutan KPK Achmad Fauzi. Para tersangka diduga memungut dan membagikan uang pungli hingga Rp 6,3 miliar dalam waktu empat tahun.
Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, Achmad Fauzi dan eks Pelaksana Tugas (Plt) Karutan KPK Ristanta mendapat jatah setiap bulan Rp 10 juta dari pungli.
Adapun pungutan itu menyangkut pemberian fasilitas seperti penyelundupan handphone, makanan, rokok, dan lainnya.
“AF (Achmad Fauzi) dan RT (Ristanta) masing-masing mendapatkan sekitar Rp 10 juta,” kata Asep dalam konferensi pers di Gedung Juang KPK, Jakarta Selatan, Jumat (15/3). (tribun network/ham/dod)