Pria dengan janggut tipis ini menjelaskan bahwa salat wajib di atas kapal dilangsungkan selama 3 waktu karena dilakukan jamak takdim qasar atau menggabungkan pelaksanaan 2 waktu salat dalam waktu yang sama, dengan cara memajukan salat yang belum masuk waktu ke dalam salat yang sudah memasuki waktu dan meringkas rakaatnya.
Jamak takdim qasar dilakukan untuk salat Maghrib digabung Isya, dan Zuhur digabung Ashar, serta salat Subuh berdiri sendiri.
"Iya, solat 3 waktu kalau di kapal ya. Karena jamak takdm qosor, yang 5 waktu diringkas jadi 3 waktu. Maghrib dengan Isya, 3 rakaat Maghrib dan 2 rakaat Isya. Zuhur dengan Ashar, subuh sendiri," jelasnya.
Perihal arah kiblat di atas kapal yang bergerak, Mahmuri menyampaikan bahwa hal itu disesuaikan sengan posisi laju kapal. Umumnya kata dia, informasi soal arah kiblat akan disampaikan operator anjungan kapal.
Informasi itu yang dijadikan dasar untuk arah kiblat di atas kapal. Dengan kata lain, arah kiblat tidak tetap alias berubah-ubah. Hal ini membuat karpet musala dan berbagai peralatan salat harus disesuaikan merujuk informasi posisi kapal.
"Menyesuaikan, jadi tergantung posisi arah kapal. Nanti biasanya anjungan mengumumkan, jadi berubah - ubah tergantung arahnya," kata Mahmuri.
Cerita lainnya, Mahmuri pernah mengalami saf jemaahnya berantakan ketika salat berlangsung dan pada saat yang sama gelombang laut sedang tidak bersahabat.
Gelombang laut membuat kapal oleng, dan posisi saf jemaah berubah. Dalam kondisi itu, Mahmuri biasanya menyampaikan agar dilakukan salat dengan duduk.
"Kalau dalam keadaan ombak agak kuat, bisa salat dalam keadaan duduk. Jadi lihat kondisinya, kalau masih kuat berdiri kita berdiri," kata Mahmuri.
"Jadi kapal itu oleng, jadi posisi saf itu berubah. Sampai berubah, dalam kondisi seperti itu kita umumkan ke jamaah untuk salat dalam keadaan duduk," ungkap dia.