Kepada kaum beriman, Allah wajibkan untuk berpuasa di bulan Ramadhan. Perhatikan ayat ini: "Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa" (al-Baqarah 183).
Coba kita cermati ayat di atas. Takwa itu buah dari iman dan amal shaleh. Bahwa, kepada orang-orang beriman diwajibkan untuk berpuasa (sebagai bagian dari amal shaleh). Tujuannya, kaum beriman yang berpuasa itu menjadi orang yang bertakwa.
Apa takwa? Ada yang mengartikan takwa sebagai takut. Hanya saja, kata Prof. Dr. Hamka, takwa jangan selalu diartikan takut. Hal ini, karena takut adalah sebagian kecil dari makna takwa. Di dalam takwa terkandung cinta, kasih, harap, cemas, tawakal, ridha, sabar, berani, dan sebagainya.
Oleh karena cinta kepada Allah, segenap kaum beriman rela bangun di awal hari, ketika kebanyakan orang masih terlelap tidur, untuk menunaikan sholat Subuh. Tersebab cinta kepada Allah, seluruh orang beriman sudi untuk menahan lapar dan dahaga serta rela untuk tidak “bersenang-senang” dengan pasangan sahnya, sejak subuh sampai Maghrib. Didorong oleh cinta kepada Allah, setiap insan beriman dengan ringan hati mau mengeluarkan hartanya dalam bentuk zakat. Padahal, sebelumnya, harta itu dicarinya dengan sepenuh pengorbanan dan kemudian dibanggakannya.
Berdasar cinta kepada Allah, kaum beriman ikhlas mengatasi segala kesulitan saat berhaji. Mereka kesulitan, sejak mulai berniat sampai melakukan haji ke Makkah yang sangat jauh dan berbiaya tak sedikit.
Terutama pada ibadah haji, kita bisa menyaksikan, cinta membuat yang jauh terasa dekat. Cinta membuat yang lemah menjadi kuat. Cinta membuat yang semula “berjalan” bisa “berlari” kencang menghampiri Allah sambil tak henti melafalkan kalimat Labbaika, Allahumma labbaik.
Pada saat berhaji, talbiah adalah serangkaian kalimat persaksian seorang hamba kepada Allah: Labbaika, Allahumma labbaik. Labbaika, laa syarika laka, labbaik. Innal hamda wan ni’mata laka, wal mulka laka. Laa syarika lak (Ya Allah, inilah hamba datang, hamba datang memenuhi panggilan-Mu. Hamba datang, tiada sekutu bagi-Mu, hamba datang. Sesungguhnya segala puji dan nikmat hanyalah untuk-Mu dan segala kekuasaan hanyalah ada pada-Mu, tiada sekutu bagi-Mu).
Apa “pesan” dari talbiah? Di antaranya, pertama: “Labbaika, Allahumma labbaik” adalah ungkapan kepatuhan hamba Allah dalam memenuhi panggilan-Nya. Kedua, “wal mulka laka” adalah pernyataan bahwa pemilik kekuasaan sejati adalah Allah. Di sini ada pelajaran penting, bahwa sebagai hamba Allah kita harus bisa menahan diri untuk tak mengejar kekuasaan dengan menghalalkan segala cara.
الله أكبر الله أكبر و لله الحمد
Di atas, ada frasa “menahan diri”. Hal yang disebut terakhir, yaitu “menahan diri” adalah kecakapan atau kemampuan yang diinginkan Allah untuk dimiliki oleh semua orang beriman yang beribadah puasa.
Kemampuan “menahan diri” itu penting dan berguna bagi kebahagiaan manusia. Sebaliknya, ketidakmampuan dalam menahan diri menjadi sumber kerusakan bahkan bencana di tengah-tengah masyarakat.
Tersebab tak bisa menahan diri, tergesa-gesa ingin cepat kaya, jalan korupsi menjadi pilihan. Tersebab ingin meraih sesuatu yang sebenarnya bukan haknya, curang lalu dianggap biasa.
Lupakah mereka dengan ancaman keras dari Allah bagi siapapun yang tak bisa “menahan diri” lalu berlaku curang untuk mencapai tujuannya? Sungguh, jangan pernah lupa dengan ayat ini: “Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang curang” (al-Muthaffifiin 1).
الله أكبر الله أكبر و لله الحمد