TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Bupati Sidoarjo Ahmad Mudhlor Ali alias Gus Mudhlor bepergian keluar negeri selama enam bulan.
Permintaan cegah itu telah disetujui Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Kemenkumham).
"Untuk itu diperlukan adanya pengajuan cegah pada Dirjen Imigrasi Kemenkumham RI untuk enam bulan pertama agar yang bersangkutan tetap berada di wilayah Indonesia," kata Juru Bicara KPK Ali Fikri dalam keterangannya, Selasa (16/4/2024).
"Pihak yang dicegah dimaksud benar Bupati Sidoarjo Jatim," imbuhnya.
Alasan KPK mencegah Gus Mudhlor bepergian keluar negeri ialah agar ia bisa kooperatif ketika keterangannya dibutuhkan.
"Karena adanya pengembangan dari penyidikan perkara dugaan korupsi pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo dan perlunya keterangan pihak terkait untuk kooperatif hadir dalam setiap kali agenda pemanggilan dari tim penyidik," terang Ali.
Untuk diketahui, KPK mengembangkan kasus dugaan korupsi pemotongan dana insentif pegawai negeri di lingkungan Badan Pelayanan Pajak Daerah (BPPD) Sidoarjo.
Pengembangan tersebut berujung dengan penetapan Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor Ali atau Gus Muhdlor sebagai tersangka.
"Kami mengkonfirmasi atas pertanyaan media bahwa betul yang bersangkutan menjabat bupati di Kabupaten Sidoarjo periode 2021 sampai dengan sekarang,” ujar Ali Fikri saat dikonfirmasi, Selasa (16/4/2024).
Baca juga: BREAKING NEWS: KPK Tetapkan Bupati Sidoarjo Gus Mudhlor Tersangka Korupsi Potongan Dana Insentif
Dijelaskan Ali, penetapan tersangka terhadap Gus Mudhlor ini berdasarkan keterangan saksi dan tersangka lain. Alat bukti itu pun telah dikantongi tim penyidik.
"Tim penyidik kemudian menemukan peran dan keterlibatan pihak lain yang turut serta dalam terjadinya dugaan korupsi berupa pemotongan dan penerimaan uang di lingkungan BPPD Pemkab Sidoarjo," katanya.
Komisi antikorupsi menduga Gus Mudhlor turut menikmati uang haram hasil korupsi.
Namun, untuk besaran nominal yang dinikmati Gus Mudhlor belum diungkapkan lebih jauh.
"Dengan temuan tersebut, dari gelar perkara yang dilakukan kemudian disepakati adanya pihak yang dapat turut dipertanggung jawabkan didepan hukum karena diduga menikmati adanya aliran sejumlah uang," ungkap Ali.
Dalam kasus ini, KPK telah lebih dulu menjerat Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo Ari Suryono dan Kasubag Umum BPPD Sidoarjo Siska Wati. Keduanya sudah ditahan KPK.
Dalam konstruksi perkara yang dibeberkan KPK dalam jumpa pers pada Jumat (23/2/2023), disebutkan bahwa Ari memerintahkan Siska Wati untuk melakukan penghitungan besaran dana insentif yang diterima para pegawai BPPD Sidoarjo sekaligus besaran potongan dari dana insentif tersebut.
Pemotongan dana insentif itu kemudian diperuntukkan bagi kebutuhan Ari dan Gus Muhdlor.
Adapun besaran potongan yaitu 10 persen sampai dengan 30 persen sesuai dengan besaran insentif yang diterima.
Supaya terkesan tertutup, Ari memerintahkan Siska supaya teknis penyerahan uang dilakukan secara tunai, dikoordinasi oleh setiap bendahara yang telah ditunjuk, yang berada di tiga bidang pajak daerah dan bagian sekretariat.
Ari disebut aktif melakukan koordinasi dan komunikasi mengenai distribusi pemberian potongan dana insentif pada bupati melalui perantaraan beberapa orang kepercayaan bupati.
Khusus di tahun 2023, Siska Wati mampu mengumpulkan potongan dan penerimaan dana insentif dari para ASN sejumlah sekitar Rp2,7 miliar.
Untuk besaran dana insentif yang diperuntukan khusus keperluan bupati, KPK saat ini terus melakukan analisis dan penelusuran serta pendalaman lebih lanjut dari tim penyidik.
Adapun kasus ini berawal dari giat Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Kamis (25/1/2024) hingga Jumat (26/1/2024). Kala itu tim KPK mengamankan 11 orang.