Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hakim Ketua persidangan kasus dugaan korupsi pembangunan Jalan Tol Jakarta-Cikampek II Elevated alias Jalan Layang Sheikh Mohammed bin Zayed (Tol MBZ) sempat dibuat geram dengan keterangan saksi.
Bahkan dalam persidangan Selasa (30/4/2024) di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, hakim juga sampai curhat colongan alias curcol.
Persidangan ini sendiri digelar atas terdakwa: eks Direktur Utama PT Jasa Marga Jalan Layang Cikampek (JJC), Djoko Dwijono; Ketua Panitia Lelang pada JJC, Yudhi Mahyudin; Tenaga Ahli Jembatan pada PT LAPI Ganeshatama Consulting, Tony Budanto Sihite; dan Sofiah Balfas selaku eks Direktur PT Bukaka Teknik Utama.
Baca juga: Respons Pimpinan KPK soal Mobil Buat Anak SYL dari Pejabat Kementan dan THR DPR
Curhat colongan diawali dari keterangan saksi Koordinator Engineering Unit Usaha Jembatan PT Bukaka Teknik Utama, M Syahria Fachrurrozi mengenai beban Jalan Tol MBZ.
"Dari konsep awal itu memakai baja tadi, hasil rancangan saudara itu bisa dimasukkan kendaraan berat enggak? Kayak truk, bus, bisa enggak masuk di situ?" tanya Hakim Ketua, Fahzal Hendri.
"Jadi, semua pembebanannya mengacu hal yang sama. Jadi kita sudah menggunakan SNI 1725. Kalau truk itu sudah menggunakan yang 50 ton," jawab saksi Fachrurozi.
Kemudian Hakim Ketua juga mencecar soal lebar jalan tol tersebut.
Di situlah Hakim mulai curcol karena mobilnya bahkan tak bisa menyalip di Jalan Tol MBZ.
"Dari sisi lebarnya? Bisa truk masuk situ?" tanya Hakim Fahzal.
"Bisa Yang Mulia," jawab Fachrurozi.
Baca juga: IPW: Kapolresta-Kasatlantas Manado Terancam Dicopot soal Tak Tahu Brigadir RAT Jadi Ajudan Pengusaha
"Bisa bus?" tanya Hakim Fahzal lagi.
"Bisa, Yang Mulia."
"Rasanya kok kurang lebar itu jalan. Saya mau menyalip mobil pribadi aja alangkah susahnya di situ," cerita Hakim dengan raut wajah terheran-heran.
Saksi Fachrurozi pun menjelaskan lebar Jalan Tol MBZ mencapai 2,75 meter per lajurnya.
Dengan demikian, ditambah bahu jalan, total lebar Jalan Tol MBZ mencapai 11,4 meter.
"Itu lebar jalan 2,75 satu lajurnya. Sedangkan kalau truk itu cuma 2,5. Berarti 2,75 kali 2, tambah bahu, itu total 11,4," katanya.
Saksi Fachrurozi juga mengklaim konstruksi jan tol tersebut diusulkan menggunakan baja yang memang bisa dilalui truk bermuatan berat.
Bahkan jika dalam kondisi macet dan truk tersebut terjebak di tengah-tengah tol, maka jalan tol layang itu masih dapat menahan beban.
"Dan sudah dilakukan pengujian Yang Mulia," ujar saksi.
"Kalau tiba-tiba macet di ujung sana, mobil truknya tertahan di tengah, apa tahan itu?" tanya Hakim Fahzal.
"Bisa Yang Mulia. Karena di dalam standar pemebebanan-pembebanan itu sudah ada simulasi. Jadi diberikan beban merata dan juga ada beban setempat setempat yang itu kritis Yang Mulia," jelas Fachrurozi
Sebagai informasi, dalam perkara ini jaksa penuntut umum telah mendakwa para terdakwa atas perbuatan mereka yang berkongkalikong terkait pemenangan KSO Waskita Acset dalam Lelang Jasa Konstruksi Pembangunan Jalan Tol
Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000.
Kemudian terdakwa Djoko Dwijono yang saat itu menjabat Direktur Utama PT Jasa Marga, mengarahkan pemenang lelang pekerjaan Steel Box Girder pada perusahaan tertentu yaitu PT Bukaka Teknik Utama.
"Dengan cara mencantumkan kriteria Struktur Jembatan Girder Komposit Bukaka pada dokumen Spesifikasi Khusus yang kemudian dokumen tersebut ditetapkan Djoko Dwijono sebagai Dokumen Lelang Pembangunan Jalan Tol Jakarta–Cikampek II elevated STA.9+500 – STA.47+000," kata jaksa penuntut umum dalam dakwaannya.
Baca juga: KPK Usut Kasus Dugaan Korupsi Pekerjaan Retrofit Sistem Sootblowing PLTU Bukit Asam
Akibat perbuatan para terdakwa, jaksa mengungkapkan bahwa negara merugikan negara hingga Rp 510.085.261.485,41 (lima ratus sepuluh miliar lebih).
Selain itu, perbuatn para terdakwa juga dianggap menguntungkan KSO Waskita Acset dan KSO Bukaka-Krakatau Steel.
"Menguntungkan KSO Waskita Acset sejumlah Rp 367.335.518.789,41 dan KSO Bukaka Krakatau Steel sebesar Rp 142.749.742.696,00" kata jaksa.
Mereka kemudian dijerat Pasal 2 ayat (1) subsidair Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahaan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.