TRIBUNNEWS.COM - Air bersih adalah sumber daya vital yang menopang kehidupan manusia dan seluruh ekosistem di planet ini. Di tengah berbagai isu lingkungan dan sosial, keberlanjutan pengelolaan air pun menjadi semakin penting. Menanggapi hal tersebut, muncul kesadaran bersama yang semakin meningkat tentang perlunya menggali potensi air bersih untuk kesejahteraan.
Menjelang World Water Forum ke-10 di Bali, isu air bersih kembali menjadi sorotan. Akses air bersih yang aman dan berkelanjutan merupakan hak fundamental manusia dan kunci untuk mencapai kesejahteraan bersama.
Dengan mengusung tema "Water for Shared Prosperity”, forum internasional penanganan masalah air yang akan digelar di Nusa Dua Convention Center Bali pada 18-25 Mei 2024 ini diharapkan dapat memberikan solusi dengan perspektif yang menunjukan bahwa air bersih merupakan sumber pertumbuhan dan kesejahteraan bersama.
Dikutip dari Kompas (28/3/2024), Staf Khusus Menteri PUPR Bidang Sumber Daya Air Firdaus Ali mengatakan bahwa pertemuan di Bali nanti akan sangat monumental untuk mentransformasi semua kebijakan untuk membuat air sebagai sumber kehidupan, pertumbuhan, dan kedamaian.
Sebagai persiapan menuju World Water Forum ke-10, penting untuk mengeksplorasi tantangan dan peluang yang ada dalam memastikan akses universal terhadap air bersih dan sanitasi yang aman.
Baca juga: Bali Terpilih Jadi Tuan Rumah World Water Forum 2024
Tantangan dan potensi air bersih bagi kesejahteraan bersama
Meski memiliki potensi air bersih melimpah, Indonesia tidak luput dari ancaman krisis air bersih. Menurut World Resources Institute, Indonesia berpotensi mengalami krisis air bersih pada tahun 2040.
Keterbatasan akses, polusi air, serta perubahan iklim menjadi tantangan yang signifikan dalam upaya mewujudkan visi air bersih sebagai sumber pertumbuhan dan kesejahteraan bersama.
Keterbatasan akses menjadi hambatan utama bagi jutaan orang di seluruh dunia yang belum mendapatkan akses yang memadai terhadap air bersih dan sanitasi. Di Indonesia sendiri hanya 21 persen penduduk yang memiliki akses air bersih yang bersumber dari pipa, yang artinya sebagian besar penduduk Indonesia masih memanfaatkan air tanah dengan menggunakan sumur.
Selain terkontaminasi, kebanyakan sumur di Indonesia mempunyai kecenderungan untuk mengering saat musim kemarau. Hal inilah yang menjadi salah satu penyebab penduduk Indonesia masih sangat rentan mengalami krisis air bersih.
Tanpa akses yang memadai, tidak hanya kesehatan individu yang terancam, tetapi juga pembangunan sosial dan ekonomi suatu wilayah akan terhambat.
Selain keterbatasan akses, polusi air merupakan masalah serius yang mengancam ketersediaan air bersih. Limbah dari industri, pertanian, dan kegiatan domestik dapat mencemari sumber air, menyebabkan kerusakan ekosistem dan berpotensi membahayakan kesehatan manusia yang mengonsumsinya.
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), hanya sembilan sungai di Indonesia yang memenuhi kualitas baku mutu pada tahun 2022. Ini berarti baru 8,2 persen sungai yang memenuhi baku mutu dari 110 sungai yang diidentifikasi. Tidak hanya itu, data BPS juga menunjukan terdapat 10 ribu lebih desa atau kelurahan yang mengalami pencemaran air di sepanjang tahun 2021
Penanganan polusi air memerlukan upaya kolaboratif dan inovatif dari berbagai pihak agar sumber air dapat dipulihkan dan dilestarikan untuk kepentingan masa depan.
Terakhir, perubahan iklim yang semakin memperburuk kondisi dengan menyebabkan fluktuasi yang ekstrem dalam pola curah hujan, suhu, dan peningkatan risiko bencana alam terkait air seperti banjir dan kekeringan. Hal ini mengancam keberlanjutan pasokan air bersih dan infrastruktur air yang ada, membutuhkan strategi adaptasi yang tangguh dan solusi mitigasi yang efektif.
Pemerintah Indonesia telah berkomitmen untuk mengatasi krisis air bersih. Salah satu upaya yang dilakukan adalah melalui ekonomi hijau (green economy), yang menekankan pada pembangunan berkelanjutan dan ramah lingkungan.
Melalui Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), pemerintah memainkan peran penting dalam mewujudkan ekonomi hijau di sektor air dengan menerapkan dalam berbagai aspek pengelolaan air, mulai dari pembangunan infrastruktur air bersih, seperti jaringan air bersih, dan embung, hingga peningkatan kualitas air. Hal ini dilakukan melalui pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum (SPAM) dan program sanitasi yang komprehensif.
Untuk mengatasi bencana terkait air, Kementerian PUPR menerapkan teknologi prediksi curah hujan dan ketinggian air. Teknologi hasil kolaborasi dengan BMKG tersebut membantu menentukan waktu pelepasan air bendungan secara akurat. Teknologi ini juga mengamankan kapasitas bendungan untuk menyimpan curah hujan yang berlebihan dan menyerap debit aliran keluar puncak.
Upaya pemerintah tak berhenti di situ. Peningkatan kesadaran masyarakat tentang pentingnya menjaga kelestarian sumber daya air juga menjadi fokus utama. Kampanye edukasi dan sosialisasi gencar dilakukan untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat agar lebih bertanggung jawab dalam penggunaan air.
Komitmen pemerintah dalam menerapkan ekonomi hijau di sektor air juga diwujudkan melalui regulasi dan kebijakan yang berpihak pada kelestarian. Pembatasan eksploitasi air tanah, pemanfaatan air hujan, dan penerapan teknologi ramah lingkungan merupakan beberapa contoh kebijakan yang diterapkan.
Pada Hari Air Dunia 2024, Basuki Hadimuljono, Menteri PUPR sekaligus Ketua Harian Panitia Nasional Penyelenggara World Water Forum ke-10, menyampaikan rencana kebijakan keberlanjutan untuk pemerintah yang baru, terutama infrastruktur sumber daya air. Menteri Basuki juga mengajak seluruh pihak untuk melanjutkan dan mengimplementasikan beberapa hal.
"Pertama, implementasi program pemulihan ekosistem Daerah Aliran Sungai (DAS) seperti Citarum Harum di seluruh sungai yang ada di Pulau Jawa. Karena Pulau Jawa merupakan pulau terpadat di Indonesia. Kedua, saya ingin mengajak kita semua meningkatkan kemampuan mengelola air (water management) di Indonesia. BMKG kita sudah bisa memprediksi dengan tepat, sehingga harus kita manfaatkan untuk mempersiapkan apa yang harus kita lakukan dalam pengelolaan sumber daya air di musim penghujan dan kemarau," tambah Menteri Basuki.
Dengan kolaborasi dan partisipasi aktif dari seluruh pihak, termasuk masyarakat, swasta, dan organisasi non-pemerintah, diharapkan mimpi tentang akses air bersih yang aman dan berkelanjutan bagi semua rakyat Indonesia dapat segera terwujud.
Meskipun banyak tantangan yang dihadapi, peluang untuk mewujudkan akses air bersih yang aman dan berkelanjutan di Indonesia masih terbuka lebar.
World Water Forum ke-10 dapat menjadi momentum penting untuk membahas berbagai solusi inovatif dan strategi kolaboratif untuk mengatasi krisis air bersih. Setidaknya ada enam subtema pada pelaksanaan World Water Forum ke-10 ini, yakni Water Security and Prosperity, Water for Humans and Nature, Disaster Risk Reduction and Management, Governance, Cooperation and Hydro-diplomacy, Sustainable Water Finance serta Knowledge and Innovation.
Diharapkan forum ini dapat menghasilkan komitmen yang kuat dari berbagai pihak, termasuk pemerintah, swasta, dan masyarakat, untuk mewujudkan akses air bersih untuk kesejahteraan bersama.
Baca juga: Bakal Dihadiri 1.500 Orang, Registrasi Peliput World Water Forum ke-10 Resmi Dibuka