Laporan Reporter Tribunnews.com, Reza Deni
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Partai Buruh yang juga Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menilai upah murah bagi kelompok buruh menjadi salah satu dampak buruk dari adanya Undang-undang Omnibus Law Cipta Kerja.
Dia menyebut kenaikan upah akibat Omnibus Law hanya 1,58 persen.
"Di Tangerang, Bekasi, Karawang, begitu pula di kota-kota industri lain. Padahal, inflasi 2,8 persen. Jadi, enggak naik upah kita ini, nombok 1 persen," ujar Said kepada wartawan di sela peringatan Hari Buruh yang dihadiri ribuan buruh di kawasan Patung Kuda, Jakarta, Rabu (1/4/2024).
Menurutnya, upah ideal buruh di Jakarta di atas Rp5,2 juta per bulan berdasarkan survei Badan Pusat Statistik (BPS).
"Bahkan, kalau dibagi rata-rata per kepala itu mendekati angka Rp7 juta. Hitung saja sewa rumah Rp900 ribu, konsumsi makan Rp 30 ribu 3 hari Rp90 ribu kali 30 hari Rp2,7 juta," kata dia.
"Itu tambah biaya sewa rumah udah Rp3,6 juta. Katakan rata-rata transportasi adalah Rp700 ribu, totalnya Rp4,3 juta. Itu baru yang habis dibuang. Bagaimana dengan pakaian, jajan anak enggak cukup kalau upah minimum seperti yang sekarang ini sekitar Rp 4,9 atau 5,1 juta rupiah," ujarnya.
Baca juga: Peringati Hari Buruh, Jokowi sebut Buruh Pahlawan Ekonomi, Prabowo Ingin Buruh Semakin Sejahtera
Dia menilai upah buruh Indonesia hanya lebih baik dari Kamboja dan Laos.
Kedua negara yang disebutkan tersebut, dikatakan Said, merupakan negara yang merdeka setelah Indonesia.
"Lebih rendah dari Vietnam, sedikit lebih tinggi dari Myanmar. Lebih rendah dari Malaysia, lebih rendah dari Singapura.
Ini gara-gara Covid-19, upah sekarang dimain-mainkan," tandasnya.
Dalam peringatan Hari Buruh atau May Day 2024 ini, sebelumnya ribuan buruh tergabung dalam KSPI menyampaikan aspirasi dua tuntutan utama kepada pemerintah.
Pertama, pemerintah diminta mencabut Omnibus Law UU Cipta Kerja.
Dan kedua, penghapusan sistem perekrutan tenaga kerja outsourcing dan menolak upah murah.