Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan Agung mengaku tak tahu kondisi terkini tersangka yang belum ditahan terkait kasus korupsi tata niaga timah, yakni Founder Sriwijaya Air, Hendry Lie.
Sebelumnya tersangka itu dikabarkan sakit, sehingga tak ditahan oleh Kejaksaan Agung.
"Saya kurang tahu kondisi yang bersangkutan. Tapi kemarin dibilang sakit kan. Kalau sekarang sehat, saya enggak tahu," kata Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana saat dihubungi, Jumat (3/5/2024).
Katanya, informasi mengenai kondisi tersangka Hendry Lie belum diterima dari tim penyidik pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus).
Termasuk mengenai penyakit yang diderita, sehingga membuat dia tak ditahan sebagai tersangka.
"Ya enggak tahulah. Itu kan hubungannya ke penyidik, bukan kepada kami," kata Ketut.
Menurutnya, kondisi kesehatan seorang tersangka tak boleh dibeberkan ke publik.
Padahal lazimnya para tersangka atau terdakwa yang tersandung kasus hukum dan menderita penyakit hingga dibantarkan selalu diungkap ke publik.
"Kita juga enggak boleh membeberkan penyakit orang di depan umum,"
Sebagai informasi, dalam perkara ini Hendry Lie telah ditetapkan tersangka pada hari yang sama dengan adiknya, Fandy Lingga, Jumat (26/4/2024).
Dalam perkara ini, Hendry Lie dan Fandy Lingga disebut-sebut memiliki peran yang mirip dengan Harvey Moeis, suami Sandra Dewi.
Mereka diduga membentuk perusahaan-perusahaan boneka.
Perusahaan boneka yang dibentuk Hendry Lie dan Fandy Lingga yakni CV BPR dan CV SMS.
Melalui perusahaan-perusahaan boneka, kakak beradik itu mengkondisikan kegiatan pengambilan timah secara ilegal di wilayah ijin usaha pertambangan (IUP) PT Timah.
Tentu saja kegiatan itu dilakukan dengan persetujuan oknum PT Timah.
Kerja sama dengan oknum tersebut pun ditutup rapat dengan kedok penyewaan peralatan processing peleburan timah.
"HL dan FL diduga bereran dalam pengkondisian pembiayan kerja sama penyewaan peralatan processing peleburan timah sebagai bungkus aktivitas kegiatan pengambilan timah dari IUP PT Timah. Keduanya membentuk perusahaan boneka yaitu CV BPR dan CV SMS dalam rangka untuk melaksanakan atau memperlancar aktivitas ilegalnya," kata Direktur Penyidikan pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Dirdik Jampidsus), Kuntadi dalam konferensi pers Jumat (26/4/2024).
Daftar Tersangka dan Nilai Kerugian Negara
Dalam perkara korupsi komoditas timah ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 21 tersangka termasuk obstruction of justice (OOJ) atau perintangan penyidikan.
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni:
- Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana;
- Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo;
- Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN);
- Mantan Direktur Utama PT Timah, M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT);
- Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018, Emil Emindra (EML);
Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW).
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni:
- Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN);
- Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA);
- Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung (BY);
- Direktur Utama CV VIP, Hasan Tjhie (HT) alias ASN;
- General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL);
- Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI);
- Suwito Gunawan (SG) alias Awi selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang;
- Gunawan alias MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang;
- Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP);
- Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA);
- Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim;
- Perwakilan PT RBT, Harvey Moeis;
- Owner PT TIN, Hendry Lie; dan
- Marketing PT TIN, Fandy Lingga.
Sedangkan dalam obstruction of justice (OOJ), Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 271 triliun.
Bahkan menurut Direktur Penyidikan pada Jampidsus Kejaksan Agung, nilai Rp 271 triliun itu akan terus bertambah. Sebab nilai tersebut baru hasil penghitungan kerugian perekonomian, belum ditambah kerugian keuangan.
"Itu tadi hasil penghitungan kerugian perekonomian. Belum lagi ditambah kerugian keuangan negara. Nampak sebagian besar lahan yang ditambang merupakan area hutan dan tidak ditambal," kata Dirdik Jampidsus Kejaksaan Agung, Kuntadi dalam konferensi pers Senin (19/2/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Selain tipikor, khusus Harvey Moeis dan Helena Lim juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU).