TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Sidang lanjutan kasus dugaan korupsi Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo atau SYL kembali digelar pada Senin (6/5/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Sidang menghadirkan sejumlah terdakwa dan eks bawahan SYL saat menjadi menteri.
Persidangan digelar untuk terdakwa SYL yakni eks Direktur Alat dan Mesin Kementan Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan Kasdi Subagyono.
Dalam perkara ini, SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.
Total uang tersebut diperoleh SYL selama menjabat menteri periode 2020 hingga 2023.
Berikut fakta baru yang terungkap di persidangan kemarin.
1. Beli Senjata
Mantan anak buah SYL yakni Fungsional APK APBN Madya Karantina, Abdul Hafidh, memberikan keterangan di persidangan kemarin.
Dia mengaku mendengar informasi mengenai pembelian senjata dari uang korupsi di lingkungan Kementerian Pertanian.
Katanya, pembelian senjata itu ditagihkan oleh ajudan SYL Panji Hartanto.
"Pernah ndak mendengar cerita Panji menagihkan uang pembelian senjata atas nama Pak Menteri untuk sesuatu yang orang yang memberikan hadiah, tapi dia bahasakan ke Biro Umum bahwa bapak beli senjata?" tanya penasihat hukum SYL di persidangan.
"Kalau dari luar tidak. Cuma dia pernah memintakan ke kami pak," jawab Hafidh.
"Permintaan apa?" tanya penasihat hukum lagi.
"Untuk pembelian senjata," kata Hafidh.
Namun, Hafidh tak yakin apakah permintaan pembelian senjata itu sudah dibayarkan atau belum.
Dia menyebut permintaan demikian diterima dari atasannya secara berjenjang.
"Itu sempat dibayarkan juga?" kata penasihat hukum.
"Ya, itu ya tetap kembali lagi kami. Izin, semua yang kami lakukan itu berjenjang, tetap (perintah) dari pimpinan," ujar Hafid.
Saat dicecar Majelis Hakim lebih lanjut pun Hafidh tak memberikan jawaban secara yakin.
Dia lebih banyak lupa terkait pembelian senjata itu.
"Tapi, itu permintaan pembelian senjata diserahkan ndak uangnya itu? Untuk pembelian senjata? Diserahkan ndak ke Panji?" tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh.
"Maaf Yang Mulia, saya lupa," jawab Hafidh.
2. Beli Tas Mewah
Uang hasil korupsi SYL disebut-sebut juga untuk membeli tas mewah merk Dior.
Pembelian tas itu diungkap mantan anak buahnya, Raden Kiky Mulya Putra eks Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pimpinan Kementan.
Dia bersaksi bahwa tas branded itu dibeli untuk SYL dan istrinya Ayun Sri Harahap.
"Selain itu ada lagi?" kata jaksa penuntut umum KPK saat mencecar saksi Kiky di persidangan.
"Pembelian tas pak. Kalau enggak salah tas Dior mereknya untuk Pak Menteri dan Ibu Menteri," jawab Kiky.
Harga tas itu menurut Kiky mencapai Rp 105 juta.
Adapun permintaannya disampaikan melalui ajudan SYL, Panji Hartanto.
"Siapa yang minta untuk pembelian tas Dior?" kata jaksa.
"Itu Panji, pak," ujar Kiky.
"Nilainya berapa?
"Rp 105 juta pak."
3. Beli Lukisan dari Sujiwo Tedjo Rp 200 Juta
Di persidangan juga terungkap adanya aliran dana Rp200 juta untuk membeli lukisan budayawan ternama, Sujiwo Tedjo.
Hal tersebut diungkap Kepala Sub Bagian Rumah Tangga Pimpinan Kementan, Raden Kiky Mulya Putra.
"Apakah saksi juga pernah melakukan pembayaran pembelian lukisan pak menteri?" tanya Jaksa Penuntut Umum Komisi Pemberantasan Korupsi (JPU KPK).
"Ya. Lukisan itu dari Pak Sujiwo Tejo, pak," jawab saksi Kiky.
Berdasarkan berita acara pemeriksaan (BAP) yang dibacakan jaksa penuntut umum KPK di persidangan ini, terungkap bahwa lukisan tersebu dibeli pada Agustus 2022.
Tak main-main, harga lukisannya mencapai Rp 200 juta.
"Sesuai tanggal, pada 11 Agustus 2022, sebesar 200 juta?" kata jaksa.
"Rp200 juta," ujar Kiky.
Katanya, uang tersebut diperoleh dari rekanan Kementan, perwakilan PT Indogus Bumi Sukses sebanyak Rp 130 juta.
Sedangkan sisanya, diambil dari uang patungan para Eselon I di Kementan.
"Vendor di Kementerian pak, di Biro Umum. Pak Nasir transfer ke saya 130 juta, 70 juta, saya ada uang kas. Jadi totalnya 200 juta saya langsuung transfer ke orangnya Sujiwo Tedjo," ujar Kiky, membeberkan sumber uang pembelian lukisan.
Menurut Kiky, perintah membeli lukisan mahal itu berasal dari atasannya, Kepala Biro Umum Kementan, Zulkifli.
Selain itu, arahan serupa juga didapat dari Kabag Rumah Tangga, Arif Yahya.
"Saya dapat arahan dari Pak Arif dan Pak Zulkifli, pak," katanya.
Setelah dibeli, Kiky mengaku belum pernah melihat lukisan tersebut.
Namun dia memperoleh informasi bahwa lukisan Sujiwo Tejo itu disimpan di kantor Partai Nasional Demokrat (Nasdem).
"Aaya belum pernah lihat lukisannya," kata Kiky.
"Saudara saksi mungkin dengan cerita yang lain, mungkin disimpan di rumah pribadi Pak SYL ataukah di kantor ataukah di rumah dinas?" tanya jaksa kepada saksi Kiky.
"Yang saya denger itu di Kantor Nasdem katanya pak. Cuma saya enggak paham itu pak," kata Kiky.
4. Tip untuk Ajudan Jokowi
Staf Biro Umum Pengadaan Kementerian Pertanian Muhammad Yunus mengaku sempat memberikan uang tip kepada 3 ajudan Presiden Jokowi .
Hal tersebut diungkap Muhammad Yunus saat memberikan keterangan dalam persidangan kasus dugaan korupsi di lingkungan Kementan dengan terdakwa eks Menteri Pertanian Syahrul Yasin Limpo (SYL) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, Senin (6/5/2024).
Awalnya, jaksa penunut umum pada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan berita acara penyidikan (BAP) di persidangan ini.
"Saya bacakan ya, ini di tabel halaman 5 di BAP saudara, pertanyaan nomor 8, ada beberapa saya coba ambil ini seperti operasional menteri untuk ajudan RI 1 3 x Rp 500 ribu. Apakah itu untuk pribadi pak menteri?" tanya jaksa penuntut umum.
Saksi kemudian mengamini adanya pengeluaran uang tip Rp 1,5 juta untuk ajudan Jokowi.
Katanya, pengeluaran itu tercatat sebagai kebutuhan SYL dalam berkegiatan sebagai menteri.
"Itu maksudnya bukan kebutuhan pribadi saja, kegiatan Pak Menteri di luar itu juga," katanya.
Menurut Yunus, uang tip itu tak pernah dianggarkan Kementan.
Namun, dia tetap mengeluarkan dana atas perintah atasannya.
"Siapa yang memerintah?" tanya Hakim Ketua, Rianto Adam Pontoh.
"Pak Isnar, Kasubbag saya pak," jawab Yunus.
"Apakah itu dianggarkan?" tanya Hakim lagi.
"Tidak," kata Yunus
Meski tidak dianggarkan, pada akhirnya uang tip Rp 1,5 juta itu dicantumkan ke dalam surat pertanggung jawaban (SPJ) Kementan.
"Itu saudara serahkan ke siapa? Biasa dipertanggungjawabkan ke siapa?" tanya Hakim Pontoh.
"Itu hanya untuk catatan internal saja pak," jawab Yunus.
"Yang kedinasan kan resmi?" kata Hakim.
"Ada, SPJ itu pak," kata saksi Yunus.
Sebagai informasi, dalam perkara ini, SYL telah didakwa menerima gratifikasi Rp 44,5 miliar.
Total uang tersebut diperoleh SYL selama periode 2020 hingga 2023.
"Bahwa jumlah uang yang diperoleh terdakwa selama menjabat sebagai Menteri Pertanian RI dengan cara menggunakan paksaan sebagaimana telah diuraikan di atas adalah sebesar total Rp 44.546.079.044," kata jaksa KPK, Masmudi dalam persidangan Rabu (28/2/2024) di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.
Uang itu diperoleh SYL dengan cara mengutip dari para pejabat Eselon I di lingkungan Kementerian Pertanian.
Menurut jaksa, dalam aksinya SYL tak sendiri, tetapi dibantu eks Direktur Alat dan Mesin Kementan, Muhammad Hatta dan eks Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementan, Kasdi Subagyono yang juga menjadi terdakwa.
Selanjutnya, uang yang telah terkumpul di Kasdi dan Hatta digunakan untuk kepentingan pribadi SYL dan keluarganya.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan kedua:
Pasal 12 huruf f juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Dakwaan ketiga:
Pasal 12 B juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
Penulis: Ashari/Has