Senada dengan Ganjar dan Mahfud, Wakil Presiden RI ke-10 dan ke-12, Jusuf Kalla (JK), turut memberi kritik atas wacana Prabowo menambah jumlah kementerian.
JK menilai rencana tersebut tidak menunjukkan kabinet kerja, melainkan kabinet politis.
"Ada juga (mengakomodasi partai pendukung). Tapi itu artinya bukan lagi kabinet kerja itu namanya, tapi kabinet yang lebih politis," ungkap JK, dikutip dari Kompas.com, Rabu (8/5/2024).
"Ya tentu lah kalau hanya dimaksud hanya mengakomodir politis kan."
Menurut JK, jika Prabowo menambah jumlah kementerian, maka diperlukan perubahan UU Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara.
Selain itu, JK berpendapat orang-orang yang mengisi posisi menteri di kabinet Prabowo-Gibran harus berasal dari kalangan profesional.
"Iya memang dulu dibagi dulu, ini kabinet kerja dibagi profesional dan yang biasa diisi oleh politisi, tapi politisi juga harus profesional sesuai bidangnya," imbuh JK.
Ia menilai, 34 kementerian saat ini sudah ideal, sehingga tidak perlu ditambah lagi.
"Jadi tergantung kebutuhan lah, pemerintah itu, jadi jangan liat kementeriannya dulu, programnya apa. Kalau organisasinya membutuhkan 40 ya silakan, tapi kalau cukup 35-34 cukup, bisa digabung sebenarnya," terang JK.
Baca juga: Wacana 40 Kementerian, Pengamat: Tidak Perlu, Prabowo Masih Butuh Simpati Publik
PDIP: Musim Buru Jabatan, PHP Biasanya Bertebaran
Di sisi lain, PDIP turut memberikan sentilan terkait rencana penambahan kementerian.
Politikus senior PDIP, Hendrawan Supratikno, mengingatkan mengenai peraturan perundang-undangan jika ingin menambah nomenklatur kementerian.
"Jika jumlahnya akan diperbanyak, UU ini harus direvisi, kecuali jika yang diakomodasi jumlah wakil menterinya," kata Hendrawan, Selasa (7/5/2024).
Ia mengingatkan, bahwa masa transisi pemerintahan lazimnya menjadi musim perburuan jabatan.
Karena itu, Hendrawan menyebut akan banyak bermunculan pemberi harapan palsu atau PHP.