TRIBUNNEWS.COM - Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman meminta agar dibentuk Dewan Pengawas (Dewas) di Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) layaknya yang berada di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).
Hal ini berkaca dari adanya auditor yang disebut meminta Rp 12 miliar kepada Kementerian Pertanian (Kementan) sebagai syarat agar institusi memperoleh predikat Wajar Tanpa Pengecualian (WTP).
Adapun hal tersebut disampaikan oleh Sekretaris Direktorat Jenderal Prasarana dan Sarana Pertanian (PSP) Kementan, Hermanto saat sidang lanjutan perkara gratifikasi dan pemerasan dengan terdakwa mantan Menteri Pertanian (Mentan), Syahrul Yasin Limpo atau SYL, Rabu (8/5/2024).
Sebenarnya, kata Boyamin, ada sebuah institusi di dalam BPK semacam Dewas di KPK, tetapi hanya sebatas menyidangkan kode etik hingga level sekretaris saja alih-alih hingga level pimpinan.
Dari hal ini, Boyamin pun mendesak adanya Dewas di BPK layaknya seperti di KPK.
"BPK setidaknya Dewan Pengawas seperti KPK. Saat ini, hanya punya (institusi) yang menyidangkan kode etik dan levelnya sampai di level sekretaris utama yang artinya hanya pegawai BPK dan tak bisa menyentuh pimpinan BPK," katanya kepada Tribunnews.com, Kamis (9/5/2024).
Keterbatasan wewenang tersebut lah yang membuat berbagai penyimpangan di lingkungan BPK terjadi seperti contohnya dijadikannya tersangka Anggota III BPK, Achsanul Qosasi dalam perkara korupsi BTS 4G Bakti Kominfo hingga tiga anggota perwakilan BPK yang terjaring OTT KPK di Sorong.
"Karena kan BPK ini lembaga independen yang tidak tersentuh. DPR aja kan nggak bisa mengawasi meski mereka (anggota BPK) dipilih oleh DPR dan pansel-nya dari pemerintah," ujar Boyamin.
Baca juga: Nyanyian Anak Buah SYL Mengejutkan: Kementan Biasa Guyur Uang ke BPK demi Dapatkan Hasil Audit WTP
Kendati tidak menjamin nantinya BPK akan bersih dari korupsi, Boyamin mengungkapkan Dewas tetap diperlukan sebagai kontrol lembaga audit tersebut.
"Meskipun tidak menjamin, setidaknya jangan ada hal aneh-aneh yang beberapa bersifat transaksional," katanya.
Tak hanya dari sisi pengawasan, Boyamin juga menyoroti sisi rekrutmen di mana dia ingin tidak ada anggota BPK yang berafiliasi dengan partai politik (parpol).
Menurutnya, proses rekrutmen anggota BPK harus sama dengan Kejaksaan Agung (Kejagung) yaitu sudah mundur dari partai politik (parpol) selama lima tahun sebagai salah satu syarat.
"Artinya dia memang sudah mau melepaskan diri (dari parpol). Selama ini kan enggak, mundur baru sehari, bisa jadi anggota BPK."
"Juga pernah rekrutmen itu tidak memenuhi syarat itu lolos dan menjadi anggota BPK di mana harusnya itu dua tahun tidak memegang dana pemerintahan tapi dipaksakan (untuk memenuhi syarat menjadi anggota BPK)" ujarnya.