TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Muncul isu pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2024 yakni Prabowo Gibran dan Rakabuming Raka akan dijegal atau tidak dilantik oleh Majelis Permusyaratan Rakyat (MPR) RI.
Isu itu mencuat setelah Tim Hukum PDIP Gayus Lumbuun mengatakan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN bisa dijadikan pertimbangan oleh MPR RI untuk tidak melantik Prabowo-Gibran sebagai presiden dan wakil presiden RI.
Seperti diketahui Prabowo dan Gibran akan dilantik oleh MPR sebagai presiden dan wakil presiden RI pada 20 Oktober 2024 mendatang.
Baca juga: Pimpinan MPR Nilai Gugatan PDIP ke PTUN Tak Diperlukan, Prabowo-Gibran Tetap Dilantik 20 Oktober
Penjelasan MPR
Ketua MPR RI Bambang Soesatyo menanggapi soal wacana jegal pelantikan Prabowo-Gibran.
Menurut dia pelantikan presiden dan wakil presiden terpilih hasil Pemilu 2024 sangat sulit untuk dapat dijegal.
Mengingat aturan ihwal pelantikan presiden dan wakil presiden dalam Undang-Undang Dasar (UUD) NRI 1945 diatur sangat jelas.
"Jadi tidak ada celah untuk menunda atau membatalkan pelantikan Prabowo-Gibran karena pemilu sudah selesai, keputusan MK dan ketetapan KPU atas hasil Pilpres sudah," ujar Bamsoet usai bertemu anggota Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR di Jakarta, Jumat (10/5/2024).
"Tahapan selanjutnya adalah pelantikan sebagaimana diatur dalam UUD 1945 pasal 9,” sambungnya.
Ia menegaskan apa yang telah diputus oleh rakyat yang berdaulat tidak boleh diganggu gugat oleh siapapun, termasuk keputusan PTUN.
Bahkan, lanjut Bamsoet, menurut hasil kajian Badan Pengkajian MPR RI dan Komisi Kajian Ketatanegaraan MPR, pasangan presiden dan wakil presiden terpilih yang sudah ditetapkan oleh Ketetapan KPU harus diperkuat dengan produk hukum konstitusi berupa Ketetapan MPR.
“Tanpa ada perdebatan lagi di MPR karena hanya bersifat administrasi," jelasnya.
Bamsoet juga menjelaskan, hasil kajian Komisi Kajian Ketatanegaraan ini sejalan dengan pandangan dan pendapat ahli hukum tata negara Yusril Izha Mahendra yang merupakan tim hukum dalam barisan Prabowo Gibran saat sidang sengketa Pilpres di Mahkamah Konsolidasi (MK).
Serta mantan Ketua MK Jimly, Asshiddiqie yang sempat menyidangkan perkara etik hakim konstitusi Anwar Usman melalui Majelis Kehormatan MK (MKMK) yang kala itu masih ad hoc.