Ia menilai, biaya kuliah yang tinggi mengakibatkan Perguruan Tinggi Negeri yang berstatus PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) sulit diakses oleh golongan tidak mampu.
Jalan yang ditempuh oleh mahasiswa yang tidak mampu adalah meminta keringanan biaya kuliah.
Namun, dari pengalaman sejumlah mahasiswa, upaya itu sering memakan waktu lama dan belum tentu pula berhasil.
"Sejatinya konsep PTN- BH bagaimana pihak perguruan tinggi harus pandai mencari pendanaan di luar dari student body dan di luar subsidi pemerintah, karena tidak lagi sepenuhnya bergantung pada APBN."
"Jangan malah mengandalkan jumlah penerimaan dari mahasiswa. Itu bukan intisari dari peningkatan perguruan tinggi berbadan hukum dan jelas PTN-BH ini belum berjalan dengan sempurna," ujarnya.
Oleh sebab itu, Guspardi menyebut perlu dilakukan evaluasi dan kajian terhadap otonomi dan mekanisme pendanaan PTN-BH.
Khususnya terkait otonomi pengelolaan pendanaan dan kebijakan, agar pendidikan tinggi di Indonesia yang berstatus PTN-BH tetap terjangkau bagi masyarakat luas.
"Jangan sampai otonomi pengelolaan sumber pendanaan penyelenggaraan pendidikan ini bermuara pada munculnya komersialisasi pendidikan yang memberatkan mahasiswa yang mampu secara ilmu dan ingin tetap kuliah, merasa tidak mampu karena faktor ekonomi, karena terbebani soal kenaikan UKT," pungkasnya.
(Tribunnews.com/Deni/Chaerul/Fahdi)