Namun, Ghufron berdalih bahwa yang dilakukannya bukan intervensi.
Melainkan meneruskan keluhan saja terkait mutasi ASN tersebut, dari Jakarta ke Malang, yang tak kunjung disetujui.
Menurut Ghufron, permintaan mutasi itu ditolak Kementan dengan alasan bakal mengurangi sumber daya manusia (SDM) yang ada di Jakarta.
Namun, ketika pegawai itu mengajukan surat pengunduran diri justru malah diterima.
Hal itu pun dianggap Ghufron tidak konsisten, karena dinilai adanya perbedaan perlakuan terhadap dua langkah yang diambil.
Padahal, keduanya juga akan berimbas pada pengurangan SDM di kementerian itu.
Ghufron pun menyatakan tidak ada yang salah dalam pengurusan permohonan mutasi tersebut.
Tidak ada imbalan yang ia terima.
Selain itu, Ghufron menilai bahwa Dewas KPK tidak berwenang untuk memeriksa kasus etik tersebut.
Sebab, menurut Ghufron, peristiwanya sudah kedaluwarsa.
Baca juga: Nurul Ghufron Santai Dicap Pimpinan KPK Problematik Karena Laporkan Dewas ke MA, PTUN, dan Bareskrim
Ghufron menghubungi pejabat Kementan itu pada 15 Maret 2022.
Sementara, hal itu baru dilaporkan ke Dewas KPK pada 8 Desember 2023.
Atas dasar tersebut, Ghufron kemudian melakukan perlawanan.
Salah satunya dengan menggugat Dewas KPK ke PTUN Jakarta.
Gugatan yang kemudian berhasil membuat sidang putusan etik Dewas KPK ditunda.
Selain itu, Ghufron juga menggugat Dewas KPK ke Mahkamah Agung.
Bahkan melaporkan secara pidana Dewas KPK ke Bareskrim.