TRIBUNNEWS.COM - Palang Merah Indonesia (PMI) Surakarta berhasil menduduki posisi ketiga dalam hal jumlah pendonor terbanyak di Indonesia setelah Jakarta dan Surabaya.
Pernyataan itu disampaikan langsung oleh Plh. Ketua PMI Surakarta, Sumartono Hadinoto. saat konferensi pers dalam Ujian Kompetensi Wartawan (UKW) yang digelar oleh Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) di Hotel Alila, Solo pada Jumat (24/5/2024).
Sumartono Hadinoto mengatakan PMI Surakarta bisa menempati posisi itu lantaran memiliki 15 rumah sakit rujukan yang berada di Surakarta dan Sukoharjo.
Selain itu. lanjutnya, faktor lain yang ikut mempengaruhi, yakni adanya sokongan dari dua kampus yaitu Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan Universitas Sebelas Maret (UNS) yang memiliki prodi Pendidikan Kedokteran.
“PMI Surakarta bisa seperti itu karena disokong oleh UMS dan UNS yang memiliki Pendidikan Kedokteran,” ucapnya.
Kendati demikian, kata Sumartono, hal itu menjadi tanggung jawab besar bagi PMI Surakarta untuk menyediakan darah.
Menurutnya, setiap harinya untuk batas aman, PMI Surakarta minimal memiliki 1.500 pendonor.
“Maka ketika sehari hanya ada 300-500 pendonor itu sudah jadi lampu kuning buat kami,”.
“Jumlah kebutuhan rata-rata darah di PMI Surakarta itu perbulan capai 10 ribu, dan setiap bulannya kurang lebih ada 13 ribu pendonor,” bebernya.
Untuk mengantisipasi adanya kekurangan darah, Sumartono punya strategi tersendiri. Ia memanfaatkan sekolah, kampus, perusahaan BUMN, hingga partai politik untuk memenuhi kebutuhan itu.
Baca juga: Beri Solusi Pertama Penanganan Kecelakaan di Jalan, PMI Solo Genjot Pengadaan Ambulans Motor
“Biasanya kami bekerja sama dengan sekolah, kampus, BUMN dan parpol mas, untuk memenuhi kebutuhan darah di PMI Surakarta,” ujarnya.
Adapun strategi lain yang digunakan olehnya, yakni mode adu domba yang positif.
“Partai A saja sudah donor darah loh, masak partai Anda belum,” ungkapnya.
Rupanya strategi yang dilakukan oleh Sumartono pun berhasil sehingga sejauh ini persediaan darah di PMI Surakarta cenderung aman.
Selain itu, kata Sumartono, PMI Surakarta merupakan satu-satunya PMI yang tidak menggunakan dukungan APBD dan bulan dana.
“Kita tidak menggunakan bulan dana PMI yang dibebankan kepada listrik, telepon dan air minum. Hal ini karena kami tidak ingin membankan kepada masyarakat,” ungkapnya.
Ia lantas membeberkan pendapatan PMI berasal dari surplus kantong darah dengan nilai perbulannya mencapai Rp100 juta.
“Darah itu kalau dulu dibayar pasien, tapi sekarang udah di BPJS, jadi pasien tak perlu membayar lagi,” ucapnya.
Ia mengaku tren positif ini didapat lantaran adanya dukungan dari masyakarat setempat, sehingga PMI Surakarta bisa mandiri. Efeknya adalah PMI Surakarta bisa mengambil bagian saat terjadi bencana di Indonesia dengan membuka dapur umum hingga pemeriksaan medis.
“Kami sudah surplus dari darah, sehingga PMI Surakarta bisa memberikan transport dan akomodasi kepada anggota yang bertugas di lokasi bencana tanpa harus membuka donasi,” katanya.
(Tribunnews.com/Bangkit N)