TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR RI Mulyanto, mendukung Kejaksaan Agung (Kejagung), membongkar kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015-2022.
Di mana, total kerugian keuangan negara dari kasus tersebut yang awalnya berjumlah Rp271 triliun, kini bertambah hingga Rp300 triliun.
"Jika yang dimaksud adalah kerugian ekonomi negara, termasuk di dalamnya kerugian sosial dan lingkungan masyarakat, saya rasa bisa jadi sebesar itu. Kerusakan lingkungan hidup itu kan bersifat intangible, bisa luas," kata Mulyanto kepada Tribunnews.com Kamis (30/5/2024).
Untuk diketahui, nominal kerugian negara yang menyentuh ratusan triliun rupiah itu diperoleh berdasarkan penghitungan dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
Kerugian keuangan negara dalam kasus korupsi timah disebabkan oleh tiga hal.
Yakni terkait harga sewa smelter, pembayaran biji timah ilegal, dan kerusakan lingkungan.
"Artinya dampak sosial-ekonomi dari korupsi atau ilegal mining/processing ini sangat besar bagi rakyat dan negara, karenanya harus serius ditindak," ujar Wakil Ketua Fraksi PKS DPR itu.
Sebagai informasi, dalam perkara kasus korupsi PT Timah ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan 21 tersangka termasuk Obstruction of Justice (OOJ) atau perintangan penyidikan.
Baca juga: Dikuntit hingga Tebaran Ranjau Paku, Inilah Ancaman yang Dialami Kejagung Saat Bongkar Korupsi Timah
Di antara para tersangka yang sudah ditetapkan, terdapat penyelenggara negara, yakni: Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana; Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo; Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN); Mantan Direktur Utama PT Timah, M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT); Direktur Keuangan PT Timah tahun 2017 sampai dengan 2018, Emil Emindra (EML); dan Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW).
Kemudian selebihnya merupakan pihak swasta, yakni: Pemilik CV Venus Inti Perkasa (VIP), Tamron alias Aon (TN); Manajer Operasional CV VIP, Achmad Albani (AA); Komisaris CV VIP, Kwang Yung alias Buyung (BY); Direktur Utama CV VIP, Hasan Tjhie (HT) alias ASN; General Manager PT Tinindo Inter Nusa (TIN) Rosalina (RL); Direktur Utama PT Sariwiguna Bina Sentosa (SBS) Robert Indarto (RI); Suwito Gunawan (SG) alias Awi selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Gunawan alias MBG selaku pengusaha tambang di Pangkalpinang; Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT), Suparta (SP); Direktur Pengembangan Usaha PT RBT, Reza Andriansyah (RA); Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN); perwakilan PT RBT, Harvey Moeis (HM); Owner PT TIN, Hendry Lie (HL); dan Marketing PT TIN, Fandy Lingga(FL).
Baca juga: Jampidsus Buka Suara soal Dugaan Purnawirawan Polri Berperan di Kasus Korupsi Timah Rp300 T
Sedangkan dalam OOJ, Kejaksaan Agung telah menetapkan Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron sebagai tersangka.
Kemudian enam di antaranya juga ditetapkan sebagai tersangka Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU), yakni: Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 jo. Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo. Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.