TRIBUNNEWS.COM - Sebanyak 60 serikat buruh nasional bakal menggelar aksi demo menolak wacana pemotongan gaji sebesar 3 persen untuk Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera).
Aksi demo penolakan Tapera rencananya digelar pekan depan di Istana Kepresidenan.
Presiden Partai Buruh, Said Iqbal menegaskan jika pemerintah tetap menerapkan mekanisme Tapera dalam waktu dekat, maka aksi besar-besaran akan digelar.
Serikat buruh akan juga menolak dan meminta pemerintah mencabut Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja.
"Aksi juga untuk menolak Omnibus Law UU Cipta Kerja, dan program KRIS dalam Jaminan Kesehatan yang kesemuanya membebani rakyat," kata Said Iqbal dalam keterangannya, Jumat (31/5/2024).
"Aksi KSPI dan Partai Buruh minggu depan. Di Istana. (Massa aksi) Partai Buruh ada 60 federasi serikat buruh tingkat nasional," tukas Said Iqbal.
Tapera, kata Said Iqbal, hanya membebani buruh dan rakyat.
Dalam lima tahun terakhir ini, lanjutnya, upah riil buruh dan daya beli buruh turun 30 persen akibat tidak naiknya upah hampir 3 tahun berturut-turut.
"Sementara tahun ini naik upahnya pun masih tergolong rendah sekali," kata dia.
Kata Istana Soal Tapera
Sementara itu Kepala Staf Presiden (KSP) Moeldoko mengatakan program Tapera disebutnya sebagai wujud kehadiran pemerintah dalam menyelesaikan kebutuhan papan bagi rakyat.
Baca juga: Sudah Punya Rumah, Gaji Tetap Dipotong untuk Iuran? BP Tapera Bilang Mereka Penabung Mulia
"Dan itu tugas konstitusi karena ada UU-nya, dasar hukum UU 1/2011 tentang perumahan dan kawasan pemukiman, serta UU 4/2016 tentang Tapera. Tapera diatur oleh UU," kata Moeldoko.
Kata Moeldoko, Tapera merupakan program perpanjangan dari Badan Pertimbangan Tabungan Perumahan (Bapertarum) yang dikhususkan bagi PNS.
Program tersebut diperluas dengan menyasar pegawai swasta.
Pemerintah kata Moeldoko memperluas program tabungan perumahan karena terjadi backlog atau krisis kebutuhan rumah.