Dalam suratnya, Febri meminta sekretariat jenderal KPK memproses pemberhentiannya hingga 18 Oktober 2020.
Ia menyatakan akan menyelesaikan semua proses yang berkaitan dengan tugas dalam jangka waktu tersebut.
Sebulan setelah mengajukan surat pengunduran diri, tepatnya pada 17 Oktober 2020, Febri resmi hengkang dari tubuh KPK.
Febri kemudian aktif menjadi pengacara, bersama timnya dia menangani sejumlah kasus besar di Indonesia.
Kasus SYL
Sebagai informasi, selain Febri, dalam sidang SYL hari ini, Senin, juga turut menghadirkan empat saksi lainnya.
Mereka adalah Dhirgaraya S Santo GM Media Radio Prambors/PT Bayureksha, Dedi Nursyamsi Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian Kementan
Kemudian Sugiyatno, Karumga Rumdin Mentan dan Yusgie Sevyahasna, Staf TU Direktorat Alat dan Mesin Pertanian.
Dalam kasus ini, SYL didakwa melakukan pemerasan serta menerima gratifikasi dengan total Rp 44,5 miliar, selama rentang waktu 2020 hingga 2023.
Pemerasan dilakukan bersama Sekretaris Jenderal Kementan periode 2021–2023 Kasdi Subagyono serta Direktur Alat dan Mesin Pertanian Kementan Tahun 2023 Muhammad Hatta, yang juga menjadi terdakwa.
Adapun, keduanya merupakan koordinator pengumpulan uang dari para pejabat eselon I dan jajarannya, antara lain untuk membayarkan kebutuhan pribadi hingga keluarga SYL.
Berdasarkan dakwaan, pengeluaran terbanyak dari uang kutipan tersebut digunakan untuk acara keagamaan, operasional menteri, dan pengeluaran lain yang tidak termasuk dalam kategori yang ada, nilainya mencapai Rp 16,6 miliar.
"Kemudian uang-uang tersebut digunakan sesuai dengan perintah dan arahan Terdakwa," kata jaksa.
Atas perbuatannya, para terdakwa dijerat dakwaan pertama:
Pasal 12 huruf e juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP.
(Tribunnews.com/Rifqah/Ilham Rian Pratama)