Laporan Wartawan Tribunnews.com, Igman Ibrahim
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Usulan Mantan Ketua MPR RI, Amien Rais yang meminta presiden dipilih lagi dari MPR RI mendapatkan sejumlah penolakan dari partai politik.
Tak terkecuali dari Partai Keadilan Sejahtera (PKS).
Ketua DPP PKS, Mardani Ali Sera memahami usulan pemilihan presiden dari MPR RI karena adanya masalah politik mengenai maraknya politik uang. Politik berbiaya tinggi ini menimbulkan oligarki politik.
Baca juga: Respons Demokrat dan PDIP soal Amien Rais Setuju Presiden Kembali Dipilih MPR RI
"High cost politik, politik berbiaya tinggi ini melahirkan oligarki politik yang rupanya ada bandarnya oligarki sehingga melahirkan interlocking politik atau politik saling kunci karena bandarnya itu biasanya sudah ada titip pesan supaya ada target-targetnya," kata Mardani saat dikonfirmasi, Jumat (7/6/2024).
Ia menjelaskan oligarki politik yang sekarang terjadi menimbulkan kerugian di masyarakat. Sebab, para elite politik yang terpilih nantinya hanya akan mengedepankan kepentingan bandar oligarki.
Baca juga: Ada yang Ingin Presiden Dipilih MPR Seperti Orba, NasDem: Kalau Pemimpinnya Gamang Jangan Set Back
Itulah kenapa, kata Mardani, masalah ini harus dapat segera dilawan. Akan tetapi, caranya bukan dengan cara mengubah sistem pemilihan langsung menjadi tidak langsung atau melalui MPR RI.
"Pandangan saya melawannya cuma tidak bisa dengan pendekatan yang parsial, tidak bisa cuma dari pemilihan langsung menjadi tidak langsung tetapi harus dikaji bagaimana menghidupkan partai politik, menghidupkan sirkulasi kepemimpinan di partai politik," katanya.
Mardani mengungkapkan salah satu cara untuk memberantas masalah politik uang dengan cara menghidupkan whistle blower yang ada di KPK. Siapa pun pihak yang melaporkan kasus politik uang mendapatkan imbalan dari negara.
"Di KPK itu seorang whistle blower atau peniup pluit yang melaporkan kasus korupsi biasanya dari dalam, sama money politik dari dalam. Itu kalau di KPK itu maksimal bisa mendapatkan 2 persen dari dana negara yang bisa diselamatkan. Kalau di UU pemilu kita terbalik. Mereka yang melaporkan money politik bisa diancam money politik juga karena menerima amplop," jelasnya.
Baca juga: Amien Rais Usul Presiden Dipilih MPR Lagi, PDIP Tegas Menolak
Oleh karena itu, ia pun mengharapkan penyelesaian politik uang tidak hanya bisa diselesaikan dengan pemilihan presiden dari MPR RI.
"Nah ini yang harus kita panjang kali lebar jadi tidak bisa kalau rumahnya bocor kita geser sofanya. Tapi gentengnya kita tidak perbaiki, jadi betul-betul seksama kita perhatikan," pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Mantan Ketua MPR periode 1999-2004 Amien Rais mengaku setuju jika sistem pemilihan presiden dikembalikan ke MPR seperti sebelum era reformasi.
Hal itu ia sampaikan usai bersilaturahim dengan pimpinan MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu (5/6/2024).
Amien mengaku naif ketika dulu mengubah sistem pemilihan presiden dari tidak langsung menjadi langsung, dengan harapan dapat menekan terjadinya politik uang.
"Jadi mengapa dulu saya selaku ketua MPR itu, melucuti kekuasaannya sebagai lembaga tertinggi yang memilih presiden, dan wakil presiden, itu karena penghitungan kami dulu perhitungannya agak naif," kata Amien ditemui di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu usai bertemu pimpinan MPR.
"Sekarang saya minta maaf. Jadi dulu, itu kita mengatakan kalau dipilih langsung one man one vote, mana mungkin ada orang mau menyogok 120 juta pemilih, mana mungkin? Perlu puluhan mungkin ratusan triliun. Ternyata mungkin. Nah itu," lanjutnya.
Amien pun sepakat bila UUD 1945 kembali diamendemen untuk mengubah aturan pemilihan presiden.
"Itu (politik menyogok) luar biasa. Jadi sekarang kalau mau dikembalikan dipilih MPR, mengapa tidak?" jelasnya.
Sebelumnya, Ketua MPR Bambang Soesatyo menyebut ada aspirasi masyarakat yang ingin agar Undang-Undang Dasar 1945 kembali diamendemen.
Baca juga: Muncul Wacana Presiden Dipilih MPR, Anggota DPR: Ciptakan Ketidakstabilan dan Polarisasi Politik
"Memang sepanjang kami menjadi pimpinan MPR, setidak-tidaknya, banyak aspirasi yang berkembang di masyarakat dan kami terima," kata Bamsoet.
"Pertama amendemen terbatas UUD 1945 untuk masuk kembali PPHN dengan menambah dua ayat di dua pasal, itu pertama," sambung Bamsoet.