“Tugas kami selaraskan RIPPP ke tingkat daerah melalui musrembang. Meskipun, bicara tentang musrembang, orang di kampung merasa sedih karena sering mendapati pelaksanaan dan penganggaran tidaklah tepat,” katanya.
Salah satu tantangan laten yang ada ialah soal ketimpangan antarwilayah.
Bappenas memastikan, isu ini telah menjadi perhatian utama di dalam pembuatan kebijakan dan strategi pembangunan yang selaras dengan komitmen meningkatkan kesejahteraan masyarakat Papua.
Baca juga: All Eyes on Papua - ‘Mengapa baru sekarang ramai-ramai bicarakan persoalan di Papua’?
Pengusaha kopi asal Papua, Yafeth Wetipo, mengutarakan bahwa dirinya kerap menemukan masalah terkait kesenjangan.
Ia mencontohkan soal ketidakseragaman standar operasional petani kopi antarlokasi mengingat belum ada standar yang sama.
“Jadi hasil produksi (kualitas kopi) masih berbeda-beda. Ada juga tantangan, beberapa kebun kopi sudah terbuka aksesnya. Tapi ada juga perkebunan potensial yang aksesnya masih susah. Ini terkait infrastruktur transportasi,” ucap Yafeth.
Upaya dan dukungan untuk mengatasi beragam tantangan di Papua disampaikan pemerintah pusat kepada pemerintah daerah melalui penetapan undang-undang (UU) soal otonomi khusus alias otsus pada 2001.
Dilanjutkan kembali melalui UU No. 2/2021 tentang Perubahan Kedua atas UU No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua.
Sebagai momentum penting dalam mewujudkan percepatan pembangunan di Papua, kemarin Wakil Presiden Republik Indonesia dan Menteri Bappenas resmi meluncurkan RIPPP Tahun 2022-2041 di Sorong, Papua Barat Daya.
Perhelatan tersebut juga turut didukung oleh Program SKALA, Kemitraan Australia-Indonesia untuk akselerasi layanan dasar.