News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Politisi Gerindra Ingatkan Potensi Karhutla di Puncak Musim Kemarau

Penulis: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Anggota Dewan Pakar Gerindra, Bambang Haryo Soekartono (BHS)

Ia menegaskan bahwa pemerintah harus paham bahwa karhutla ini tidak hanya merugikan masyarakat di lokasi terdampak.

"Tapi juga, mempengaruhi ekonomi nasional, anggaran negara, hingga kota-kota yang harus mengalami polusi udara, kabut, asap, karena adanya karhutla. Karena, ada angin, yang bisa membawa asap karhutla hingga jauh dari lokasi kebakarannya," ujarnya lagi.

Ia meminta semua pihak untuk berhenti memberikan analisa asal-asalan dan menimpakan kesalahan pada fenomena alam.

"Karhutla karena kemarau, angin membuat api sulit dipadamkan. Sudah berhenti seperti itu. Kita sudah mengalami hal ini sejak dulu. Masa tidak bisa juga dilakukan antisipasi. Jangan jadikan karhutla ini sebagai proyek tahunan lah. Kasihan masyarakat dan hewan. Kasihan pada petugas lapangan yang harus bertaruh nyawa melakukan pemadaman," pungkasnya.

Sebelumnya, Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) telah memperingatkan ancaman kebakaran hutan dan lahan (karhutla) mengancam sejumlah wilayah di Indonesia.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati menekankan optimalisasi operasi modifikasi cuaca dalam menghadapi kerawanan kekeringan dan karhutla menjadi penting.

Hal itu disampaikan dalam rapat koordinasi menghadapi ancaman kekeringan dan karhutla yang dipimpin langsung oleh Menko Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Hadi Tjahjanto.

"Data menunjukkan beberapa lokasi mengalami hari tanpa hujan selama 31-60 hari, terutama di Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Bali, NTB, NTT, dan Sulawesi Selatan," kata Dwikorita, Rabu (5/6/2024).

Modifikasi cuaca, lanjutnya, diperlukan di zona-zona berwarna coklat (curah hujan rendah, kurang dari 20 mm), terutama di Sumatera, Jawa, dan NTT, mulai Juni hingga September.

Dwikorita menambahkan, kekeringan akan mendominasi wilayah Indonesia mulai Juni hingga September 2024.

"Operasi Teknologi Modifikasi Cuaca (TMC) penting untuk mengatasi kekeringan dan risiko karhutla. Karena itu, perlu adanya penguatan kapasitas modifikasi cuaca nasional, termasuk infrastruktur, sumber daya manusia dan dukungan dari berbagai kementerian/lembaga," tandasnya.

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini