Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ashri Fadilla
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Kejaksaan RI bakal mengerahkan 30 jaksa penuntut umum dalam persidangan kasus dugaan korupsi tata niaga komoditas timah.
Jumlah tersebut merupakan gabungan antara tim penuntut umum Pidsus Kejaksaan Agung dengan Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan.
"Berdasarkan informasi mungkin ada sekitar 30 jaksa yang akan dilibatkan dalam penanganan perkara ini. Tentu sifatnya gabungan mas, baik dari kejaksaan agung maupun dari kejaksaan negeri jakarta selatan," ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harl Siregar dalam konferensi pers di Kejari Jaksel, Kamis (13/6/2024).
Terhadap 30 jaksa penuntut umum itu, Harli mengungkapkan akan ada pengamanan khusus sebagai bentuk antisipasi.
Antisipasi yang dimaksud, berkaca dari rangkaian peristiwa penguntitan Jampidsus hingga iring-iringan kendaraan taktis di sekitar Kejaksaan Agung.
"Tentu terhadap semua jaksa yang menangani ini akan ada pengamanan pengamanan khusus terhadap mereka dan itu sejak awal sudah kami lakukan ya," kata Harli.
Pengamanan khusus ini menurut Harli, dilakukan agar para jaksa penuntut umum dapat bekerja tanpa gangguan.
"Karena bagaimanapun jaksa harus bekerja secara baik ya khususnya dalam penyusunan surat dakwaan dan mempersiapkan segala sesuatu berkas perkara," ujarnya.
Baca juga: 3 Mobil dan 90 Sertifikat Tanah Tersangka Timah Diserahkan Kejagung ke Penuntut Umum Kejari Jaksel
Sebagai informasi, dalam perkara dugaan korupsi timah ini, hingga kini ada 22 orang yang dijerat.
Satu di antaranya sudah disidangkan, yakni Toni Tamsil alias Akhi, adik Tamron yang djerat obstruction of justice atau perintangan proses hukum di Pengadilan Negeri Pangkalpinang.
Kemudian ada 12 tersangka yang kewenangan perkaranya sudah di penuntut umum, yakni:
• M Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) selaku Ditektur Utama PT Timah periode 2016 hinggga 2021;
• Emil Emindra (EE) selaku Direktur Keuangan PT Timah Tbk periode 2017 sampai 2018;
• Hasan Tjhie (HT) selaku Direktur Utama CV VIP;
• Kwang Yung alias Buyung (BY) selaku Eks Komisaris CV VIP;
• Gunawan (MBG) selaku Direktur Utama PT SIP;
• Suwito Gunawan (SG) selaku Komisaris PT SIP;
• Robert Indarto (RI) selaku Direktur Utama PT SBS;
• Rosaina (RL) selaku General Manager PT TIN;
• Suparta (SP) selaku Direktur Utama PT RBT;
• Reza Andriansyah (RA) selaku Direktur Pengembangan Usaha PT RBT;
• Tamron alian Aon sebagai pemilik CV VIP; dan
• Achmad Albani selaku manajer Operasional CV VIP.
Sedangkan sembilan lainnya, kewenangannya masih di penyidik Jampidsus Kejaksaan Agung:
• Mantan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bambang Gatot Aryono;
• Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2021 sampai 2024, Amir Syahbana;
• Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung 2015 sampai Maret 2019, Suranto Wibowo;
• Plt Kadis ESDM Provinsi Bangka Belitung Maret 2019, Rusbani (BN);
• Direktur Operasional tahun 2017, 2018, 2021 sekaligus Direktur Pengembangan Usaha tahun 2019 sampai dengan 2020 PT Timah, Alwin Albar (ALW);
• Manajer PT Quantum Skyline Exchange, Helena Lim (HLN);
• Perwakilan PT RBT, Hendry Lie;
• Owner PT TIN, Hendry Lie (HL);
• dan Marketing PT TIN, Fandy Lingga (FL).
Dalam perkara ini, total ada enam tersangka yang juga dijerat tindak pidana pencucian uang (TPPU), yakni: Harvey Moeis, Helena Lim, Suparta, Tamron alias Aon, Robert Indarto, dan Suwito Gunawan.
Nilai kerugian negara pada kasus ini ditaksir mencapai Rp 300 triliun.
Kerugian yang dimaksud meliputi harga sewa smelter, pembayaran biji timah ilegal, dan kerusakan lingkungan.
"Perkara timah ini hasil penghitungannya cukup lumayan fantastis, yang semula kita perkirakan Rp 271 T dan ini adalah mencapai sekitar Rp 300 T," ucap Jaksa Agung ST Burhanuddin saat jumpa pers di Gedung Kejagung, Jakarta Selatan, Rabu (29/5/2024).
Akibat perbuatan yang merugikan negara ini, para tersangka di perkara pokok dijerat Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP.
Para tersangka TPPU dijerat Pasal 3 dan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Kemudian tersangka OOJ dijerat Pasal 21 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.